Oleh Sumanto Al Qurtubi*
Ziarah dan “wisata rohani” merupakan fenomena global umat manusia dari berbagai macam latar belakang agama, tradisi dan kebudayaan. Berbagai tempat ziarah dan wisata spiritual—kuburan, sungai, gunung, hutan, dan aneka bangunan—berkembang luas dari dulu hingga kini.
Meskipun ada sejumlah kelompok agama yang mengafir-sesatkan praktek ritual ini, jutaan manusia tetap menjalankannya dengan penuh khidmat dan suka-cita. Umat Islam, Hindu, Budha, Katolik dan kelompok Kristen, serta berbagai kelompok agama dan sekte lain masing-masing mempunyai tempat-tempat sakral dan keramat yang dikunjungi ribuan dan bahkan jutaan orang setiap tahunnya.
Jutaan umat Islam misanya setiap tahunnya berbondong-bondong ke Kota Suci Mekah dan Madinah, untuk umrah dan haji, serta mengunjungi berbagai tempat yang dianggap suci dan bersejarah (baik itu berupa batu, gunung, kuburan, masjid dan aneka bangunan lain). Jutaan umat Katolik juga berziarah ke situs Bunda Maria (Virgin Mary atau “Our Lady”) di Guadalupe (Meksiko), Lourdes (Perancis), Knock (Irlandia), Medjugorje (Herzegovina), dlsb.
Menarik diperhatikan situs-situs Bunda Maria ini ada di berbagai tempat, seperti “makam” para wali di Jawa yang juga dipercayai ada di berbagai daerah. Sebagian umat Kristen Afrika juga menjadikan Axum (tempat gereja keramat Katedral St. Mary of Zion) dan Lalibela (tempat dimana Raja Lalibela membangun “Yarusalem baru”) sebagai tempat-tempat wisata suci dan keramat.
Bukan hanya Islam dan Kristen, Hindu juga mempunyai kota-kota suci dan tempat-tempat sakral. Jutaan umat Hindu, misalnya, setiap tahunnya mendatangi kota suci Hardwar dan Varanasi untuk mandi dan berendam di Sungai Gangga yang keramat. Kumbh Mela di Allahabad juga menjadi tempat keramat karena disinilah bertemuanya Sungai Gangga dan Sungai Yamuna (termasuk “sungai mistik” Saraswati). Umat Hindu juga berwisata rohani ke Amarnath, tempat sacral Dewa Shiva.
Di Jepang, ribuan orang mengunjungi Pulau Shikoku yang keramat karena disanalah konon seorang suci Buddha bernama Kobo Daishi bersemayam. Untuk menuju pulau ini, jika menggunakan bus atau mobil, dibutuhkan waktu beberapa hari. Sementara kalau berjalan kaki bisa berminggu-minggu. Tetapi umat Buddha khususnya, tidak hanya di Jepang tetapi juga dari berbagai negara, tidak mempedulikan semua rintangan ini.
Di Eropa, ribuan pejalan kaki dan pesepeda juga rela menyusuri Camino, jalan peziarah sepanjang Eropa menuju Santiago de Compostela yang keramat di Spanyol. Kota mungil Taize di Perancis yang didirikan oleh Brother Roger juga menjadi tempat wisata spiriual berbagai umat beragama dan nonberagama untuk merenungi makna kehidupan, kebersamaan dan perdamaian antarumat manusia.
Mengapa dan untuk apa umat manusia (yang beragama maupun bukan) berwisata rohani? Karena manusia pada dasarnya adalah “mahluk spiritualis” yang membutuhkan “dunia dan ruang-ruang spiritual”. Hanya saja setiap manusia berbeda-beda dalam mendefinisikan masalah “spiritualitas” itu yang harus kita hormati. Kita tidak boleh ngotot bahwa “konsep spiritualitas” kitalah yang “paling spiritual”.
Mohon maaf mau break sementara tidak mengudara memberikan “kuliah virtual” karena mau menjalankan “wisata spiritual” di Makkah al-Mukarromah.
Jabal Dhahran, Arabia
(*) Ph.D. Boston University; Visiting Research Fellow, The Joan B. Kroc Institute for International Peace Studies, the University of Notre Dame, Indiana, USA
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini