Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Jalan Cinta Para Pejuang

JALAN CINTA PARA PEJUANG !



Dengan membaca judulnya saja sudah mampu menggerakkan tangan untuk meraihnya, merangsang bibir untuk membacanya, dan otak juga selalu siap untuk mencari maknanya. Ya, judulnya adalah Jalan Cinta Para Pejuang!, Sebuah buku yang menyadarkan kita mengenai hakikat cinta dan untuk menjadi tuan atas kata cinta itu sendiri. Novel ini mengajak kita menelisik makna sejati cinta sebagaimana dihayati para pejuang. Cinta yang diterjemahkan sebagai kata kerja. Cinta yg ditaklukkan, bukan justru kita yang takluk oleh cinta (atau hawa nafsu yang mengatasnamakan cinta).

Cinta adalah fitrah. Akan tetapi cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri dengan melihat paras ayu atau wajah tampan. Miris rasanya melihat para aktivis dakwah masih ada yang terjebak fenomena virus merah jambu. Harusnya ketika perasaan itu datang, sebisa mungkin dikendalikan, jangan malah dimanjakan. Sebab, di jalan cinta para pejuang, kita bertanggung jawab atas perasaan kita.

Inilah jalan cinta para pejuang, cinta yang mengobarkan semangat jihad di bawah panji islam. Cinta yang mampu mengubah pecundang menjadi pahlawan, cinta yang mengubah sosok pemuda yang lembek menjadi seorang yang gagah dan berani menatap masa depannya. Inilah jalan cinta para pejuang. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan. Mencintai tak harus memiliki, karena memang sejatinya kita tak pernah memiliki apapun di dunia ini, semua kepunyaan Allah. Mencintai berarti pengorbanan untuk orang yang kita cintai. Cinta yang memberi. cinta yang berlandaskan asas kokoh dengan niat, gairah dan kebersihan nurani.

kisah-kisah cinta para ksatria islam terdahulu, para sahabat Nabi, di dalam buku ini akan menyadarkan kita bahwa cinta agung itu pernah ada. Ketika cinta kepada Dia, sang Maha Cinta adalah segalanya. Lalu cinta kepada Rasulullah adalah juga bentuk ketaatan, meloncati rasa suka dan tidak suka. Hingga kita tersadar bahwa mencintai mahluk-Nya hanyalah pengejawantahan dari cinta kepada Nya.


di sana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi

lalu disengaja malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cita yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati

teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiaaban, menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah

tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang

(Salim A. Fillah)


Bab I, penulis mengenalkan kita tentang ‘cinta’ ala-ala cah nom masa kini. Penulis memulainya dengan ‘Langkah pertama: Dari Dulu Beginilah Cinta’. Penulis menceritakan kisah tentang Layla Majnun dimana si Qais yang terlalu mencintai Layla hingga ia gila. Dan juga tentang Romeo and Juliet yang berakhir dengan kematian keduanya. Banyak orang bilang, Dua kisah tersebut dikatakan kisah teromantis sepanjag masa karena diceritakan keduanya bahagia di surga. Benarkah? jawabannya dapat dibaca di bagian akhir dari Langkah pertama. Akhir dari langkah pertama penulis meminjam teori segitiga cinta dari Sternberg yang meminta kita untuk komitmen di jalan cinta para pejuang ini.

Bab 2, penulis mencoba menjelaskan kepada kita seperti apa dunia saat ini. Judul babnya, “Dunia Kita Hari ini”. Salim A Fillah menjelaskan dengan gamlang kondisi dunia barat saat ini yang mulai bangkit, beberapa nilai mulai dikedepankan. Disana ada tantangan buat peniti jalan cinta para pejuang. Ini tentang cinta, agama dan permusuhan. Agama bukanlah sumber konflik dan konflik agama selalu terjadi. Bagaimana jika agama kita diserang? dengan mengutip kata-kata orang betawi, penulis berpesan “musuh jangan dicari, kalau ketemu jangan lari. Lu jual, gue beli.”

Bab 3, membahas bagaimana cara mencintai, ia dibagi menjadi empat tapak. Tapak pertama tentang Visi, Salim A Fillah mengajak kita menggantungkan sebuah visi itu setinggi langit jangan pernah takut dengan apa yang kita pikirkan dan kita inginkan untuk cinta. Ia bercerita tentang cinta itu membutuhkan  suatu daya emosional kita dala mencintai, harus ada greget untuk bekerja dalam cinta. Ketiga adalah tentang Nurani, inilah yang membedakan cinta di jalan cinta para pejuang dengan ‘cinta-cinta’ yang lain. Nurani adalah mata. Ia akan melihat dan menunjukan bagaimana mencintai dengan baik dan benar. Dan tapak terakhir adalah Disiplin. Karena cinta adalah adalah sebuah pekerjaan kepada yang kita cintai, maka ia haruslah disiplin. Penulis menuliskan biarlah cinta berhenti dititik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tidak suka. Melampaui batas cinta dan benci.

Tentang cinta di buku Jalan Cinta Para Pejuang ini, tidak akan menyesatkan kita pada cinta yang membawa petaka.

__________________
Diresensi Oleh:

Khabib M. Ajiwidodo
(Seorang Imam Rumah Tangga, aktif di Pemuda Muhammadiyah Kota Blitar sekaligus Pimpinan Redaksi Srengenge Online)



Blogger dan Aktivis Literasi

Comments