Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Sungkannya menjadi ketua FLP (Forum Lingkar Pena)




Suasana Pemungutan suara
Tiba-tiba nama saya disebut sebagai calon ketua FLP Wilayah Jatim oleh Bunda Sinta Yudisia. Meskipun saya tahu, penyebutan itu hanya untuk memeriahkan suasana. Tapi tak apa, saya jadi punya kesempatan untuk maju ke depan dan berbicara sedikit hal tentang FLP di forum yang dihadiri 9 perwakilan FLP Cabang se-Jawa Timur tersebut. Dari empat calon yang diusulkan, seperti biasa, semua terlihat sungkan untuk menyatakan kesediaannya menjadi Ketua Umum.

Calon pertama, Mas Rafif Amir yang akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum pun, dalam “kampanye”-nya juga menyelipkan rasa sungkan tersebut. Ia bahkan berkata jika karyanya masih belum seberapa jika dibandingkan tiga calon lainnya. Calon kedua, Mbak Fauziyah Rachmawati juga demikian. Dengan terbuka dan sungkan menyatakan belum pantas menjadi ketua Umum dan secara terbuka meminta yang hadir untuk memilih Mas Rafif. Calon ketiga, Mas Arul Choirullah juga demikian. Padahal, ini adalah FLP tingkat Wilayah, bukan tingkat cabang apalagi ranting.
 
'kampanye' dadakan
Memang ada sedikit perbedaan menjadi ketua FLP dengan ketua komunitas atau organisasi lainnya. Menjadi ketua FLP memang tidak membutuhkan basis massa layaknya organisasi kepemudaan lainnya ataupun Organisasi underbow parpol. Menjadi ketua FLP yang dilihat adalah karya, terutama karya tulis.

Saya pernah merasakan betapa sengitnya maju dalam politik kampus, atau dalam organisasi ekstra kampus yang semuanya harus serba terkonsolidasi, peta politik harus dibaca matang-matang hingga jumlah suara yang mungkin didapatkan. Untuk menuju kesana, kadang kita perlu bertemu ini-itu, ngopi bareng sana-sini, dan lain-lain. Makanya, jangan kaget ketika dalam event-event politik, banyak calon yang merasa dirinya paling baik dan layak dipilih. Itu semua adalah kultur yang sudah melekat sejak dari Mahasiswa.

Bahkan, suasana yang serupa juga terjadi di OKP (Organisasi Kepemudaan), ritme-nya hampir sama. Maka anda bayangkan betapa sengitnya pergulatan politik di dalam Parpol, Pilkada, hingga Pilpres. Orang-orang yang sudah masuk sistem tersebut sudah tahan banting. Maka tak perlu khawatir kalau melihat mereka berantem di media, itu sudah biasa. Tak perlu merasa kasihan juga kalau ada pemimpin di hujat, dihina, dicaci, dll. Mereka sudah kebal karena dididik dalam sistem tersebut.

Memang, FLP sangat jauh dari citra politis seperti diatas. Lahan-nya pun juga berbeda, bukan politik, tapi karya. Ada banyak orang yang ingin berpolitik, tapi tak banyak yang ingin berkarya. Maka tak usah heran jika ada siswa atau mahasiswa yang ingin dimudahkan urusan akademiknya, daripada berjuang keras untuk berkarya dan memperbaikinya. Maka tak usah bingung jika suatu ketika ditilang polisi, dan kemudian memilih jalan damai daripada ikut sidang. Berapa banyak yang “nembak” untuk mendapatkan SIM, daripada ikut test reguler. Itu adalah bagian kecil dari jiwa ‘politik’ bangsa kita.

Dulu, waktu ditunjuk menjadi ketua FLP Ranting UIN Malang, saya pun juga begitu sungkan. Mungkin kalau tidak ada yang bersedia menjadi ketua, barangkali tidak akan ada regenerasi. Kemaren, saat pertemuan dengan “sisa-sisa” pengurus FLP Cabang Blitar, rasa sungkan itu kembali muncul. Saya terus terang tidak bersedia menjadi ketua Umum, dan kami pun memilih Mas Saifudin Ahmad. Tidak ada voting dalam pemilihan tersebut. Mas Saif pun tidak langsung bersedia, baru setelah ada sedikit “negosiasi”, akhirnya kami bisa bersepakat.
Bunda Sinta Yudisia dan Rafir Amir

Lantas, betapa sungkannya ketika saya harus maju di depan forum dan ‘berkampanye’ untuk posisi ketua Umum FLP Jatim. Tiga yang lain, Mas Rafif, Mbak Zie, dan Mas Arul yang jauh lebih senior dari saya, yang karyanya jauh lebih banyak dan namanya jauh lebih dikenal pun masih merasa sungkan. Apalagi saya? Ditambah, ‘kampanye’ itu saya sampaikan disamping ketua Umum FLP Pusat Bu Sinta Yudisia, yang notabene adalah Penulis papan atas negeri ini.

Tapi saya senang, karena dengan begitu, saya jadi ingat kalau sebenarnya ... saya masih muda. (*)

Sidoarjo, 23 Agustus 2015
A Fahrizal Aziz
*Bergabung di Forum Lingkar Pena sejak tahun 2008

Comments