Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Blitar, di Era Kerajaan Mataram Kuno


PRASASTI Kinewu menjadi bukti jika daerah yang sekarang bernama Blitar ini sudah dihuni sejak era Kerajaan Medhang atau Mataram Kuno, di bawah Raja Dyah Balitung (898-910 M).


Lapik Prasasti Kinewu ditemukan di Dukuh Klampok, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, yang akhirnya membuka "pintu" masa lalu tentang eksistensi "masyarakat Blitar" di era tersebut.


Sayangnya belum ditemukan informasi lainnya, hanya spekulasi yang bertebaran secara liar dan tentu saja tidak bisa dijadikan dasar, sebatas meramaikan perbincangan dan membuat pembahasan sejarah ibarat potongan serial yang menarik.


Saya misalnya menduga jika ada "Borobudur" di Blitar dan kemungkinan itu adalah Gunung Pegat, suatu bangunan bercorak Buddha sebagaimana Borobudur di Magelang yang selesai dibangun di era Sri Maharaja Samaratungga, raja sebelum Dyah Balitung.


Spekulasi itu terbuka sebab tak ada cukup informasi memadahi terkait kondisi "Blitar" selepas Dyah Balitung, yang ketika itu dipimpin Mpu Sendok dan pusat pemerintahan dipindah ke daerah Malang, Jawa Timur.


Tentu itu jauh sebelum kehadiran Candi Palah/Penataran, yang didirikan di ujung kekuasaan Kerajaan Kediri, dan mendekati kelahiran Singosari. Candi Palah kemudian tetap diagungkan hingga era Majapahit.



Nama Balitar


Nama Balitar/Blitar sendiri masih menjadi misteri, meski sementara anggapan terkuatnya diambil dari peristiwa Balinya TarTar atau kembalinya tentara TarTar (Mongol), yang itu berarti di awal berdirinya Majapahit.


Istilah Bhumi Laya Ika Tantra Adi Raja itu sendiri adalah akronim mutakhir yang utak ati gathuk meskipun bisa dijelaskan secara historis dan filosofis, yang kini digunakan untuk kepentingan pariwisata.


Istilah itu digagas seorang pengkhidmat sejarah, Bambang In Mardiono "Gudel" dan dipopulerkan oleh Dewan Kesenian Kabupaten Blitar dibawah kepemimpinan Wima Brahmantya. Kini menjadi slogan dahsyat yang digaungkan.


Perenungan lainnya, Blitar diambil dari kata Bale (balai) dan Latar (tanah lapang), yang secara filosofis adalah bangunan utama dalam rumah Jawa, tempat pertemuan untuk membahas hal-hal penting.


Segala argumentasi dibangun sebenarnya untuk mempertegas betapa istimewa dan pentingnya tanah Blitar ini, namun proses mengupas "jati diri" itu pun ternyata juga tak mudah.


***



Misteri lainnya adalah, bagaimana lokasi ditemukannya Lapik Prasasti Kinewu yaitu di Kinwu, sekarang berubah menjadi Jiwut. Meski masih mengandung huruf "w" namun seperti pelafalan Kinwu dan Jiwut itu cukup jauh berbeda.


Mungkin peralihan nama atau penyebutan itu terjadi dalam waktu cukup panjang, sejak era Dyah Balitung (Medang), lalu berganti Kadiri, Kahuripan, Singosari, Majapahit dan pasca Majapahit ketika memasuki era-era Kerajaan Islam hingga sekarang.


Kita pun juga perlu mencari informasi bagaimana konsep tata negara kala itu, ketika sebuah daerah dipimpin seorang Ratna (seperti kepala desa), berapa luas cakupan daerahnya?


Pertanyaan berikutnya, apakah selain daerah Kinwu sudah ada daerah lainnya? Setidaknya di sekitaran lokasi yang sekarang masuk wilayah Blitar.


"Blitar" di era Mataram Kuno sepertinya menyimpan misteri besar, segmen masa lalu sebagai peradaban tua, melengkapi kemegahan cerita Candi Palah.


Spekulasi dan penemuan informasi terbaru hampir selalu mengarah pada kebanggaan masa lalu yang bisa dipetik sebagai inspirasi, membangun mental percaya diri, termasuk sebagai lecutan agar lahir kebijakan pemerintah yang mendukung ke arah mengembalikan kegemilangan masa lalu.


Blitar menjadi lintasan sejarah panjang dari era-era kerajaan besar di Nusantara, apakah bagian ini kita lewatkan begitu saja?


Blitar, 12 Desember 2022

Ahmad Fahrizal Aziz

Comments