Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content
Slide 1

Judul Slide 1

Deskripsi Slide 1

Slide 2

Judul Slide 2

Deskripsi Slide 2

Slide 3

Judul Slide 3

Deskripsi Slide 3

Sejarah Pasar, dan Jenis-jenisnya



Srengenge - Pasar ternyata sudah ada sejak lama, bahkan konon sejak zaman kerajaan di berbagai dunia. Selalu ada pasar sebagai tempat berkumpulnya penjual dan pembeli.

Pasar di Indonesia sendiri, menjadi sangat khas dengan berbagai nama yang berbeda. Seperti nama hari di Jawa, ada pasar Legi hingga Kliwon. Pada mulanya penamaan tersebut punya maksud tertentu.

Menurut P.J Veth (2003 : 220) Pasar berasal dari bahasa Tamil, India. Di bekas kawasan Persia, pasar punya sebutan "bazar". Arti keduanya sama, yaitu tempat berkumpulnya penjual dan pembeli.

Di kawasan Jawa dan daerah Indonesia kini pada mulanya, sekelompok petani datang untuk menjual sisa panennya. Dahulu hasil panen seperti padi, palawija hingga sayuran tidak semuanya tukar/barter, sebagian untuk memenuhi kebutuhan, sisanya ditukarkan.

Cara menukarnya dengan menggelar lapak di suatu tempat, yang pada akhirnya didatangi banyak orang, sehingga tempat tersebut tumpah ruah.

Selain belum adanya uang sebagai alat jual beli, dahulu pasar tidak digelar setiap hari, menunggu waktu panen, dan tempatnya pun bergantian, biasanya antar dusun.

Memang tidak ada sumber yang pasti kapan awal mulainya, sampai akhirnya penguasa setempat mengatur kegiatan tersebut dengan sistem tertentu.

G.F.E Gonggryp (1973) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pasar digelar sepekan sekali. Ada yang 5 hari dan 7 hari karena kala itu ada yang menggunakan kalender Jawa dan Arab.

Pada tahun 1854, UU Keuangan berlaku dan pasar pun dibuat lebih tersistem. Pasar diatur oleh pemerintahan kolonial dan penguasa pribumi, dengan menyewakan tanah pada orang ketiga. Orang ketiga ini biasanya adalah etnis Tionghoa. (Colijn 1912 : 201)

Orang ketiga tersebut kemudian menyewakan kavling-kavling pada penjual. Orang ketiga ini disebut "tanda". Mereka para "tanda" tinggal disuatu tempat yang kemudian daerahnya disebut "ketandan".

Lokasi pasar dibuat berdekatan dengan kampung pecinan, karena banyak juga orang Tionghoa yang berjualan dan berani mendatangkan barang dari luar. Berbeda dengan penjual pribumi yang umumnya menjual hasil panen.

Pasar-pasar tersebut kini dikenal dengan pasar besar. Pasar besar mencirikan pasar dengan pedagang profesional. Pedagang profesional yang dimaksud adalah pedagang yang menimbun barang atau nyetok, dan pasar tersebut beroperasi setiap hari.

Pasar besar hingga saat ini masih banyak yang beroperasi, meski tidak dengan sebutan pasar besar. Pasar besar menandakan lokasi secara geografis. Di Malang, selain pasar besar di Kota, juga ada pasar Lawang dan Kepanjen.

Sementara ada pasar yang buka berdasar "pasaran hari". Seperti pasar senen, legi, kliwon dan sebagainya.

Pasar hari itu pada mulanya dikhususkan pada sebuah kecamatan, yang dibuka secara bergantian dari desa ke desa atau dusun ke dusun. (Gonggryp 1934 : 1148)

Ada yang menamakan dengan hari Jawa seperti Pon, Legi, Pahing, Kliwon. Ada yang menamakan dengan hari Arab, seperti pasar senen dan rebo.

Dalam tradisi Jawa mulanya dikenal pasaran hari, karenanya banyak orang Jawa menyebut pasar dengan peken, yang artinya pekan atau mingguan.

Sehingga pasar ditiap desa atau dusun hanya buka seminggu sekali berdasarkan pasarannya. Ada yang pasarannya pon, legi dan seterusnya.

Namun saat ini, pasaran tersebut tidak berlaku. Misalkan pasar legi atau pasar pon tetap buka setiap hari. Termasuk pasar senen dan rebo juga buka setiap hari, bahkan menamai lokasi di wilayah tersebut.

Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan pasar semakin meningkat. Sehingga ada isitilah pasar disesuaikan lokasinya. Sebagian besar pasar liar, misalkan seperti "pasar sepur" untuk menyebut sekelompok orang yang menggelar lapak di dekat rel kereta api.

Sekarang ini, juga sudah ada pasar spesifik. Seperti pasar hewan. Pasar hewan pun masih bisa lebih spesifik, seperti pasar burung yang di dalamnya hanya menjual berbagai jenis burung, lalu pasar bunga dan lain-lain.

Sampai akhirnya muncul pasar modern dengan konsep minimarket atau mal. Di beberapa mal dan minimarket, kebutuhan dapur seperti rempah-rempah dan sayuran juga sudah disediakan.

Itulah sejarah singkat dan jenis-jenis pasar yang kini ada di Indonesia. Yuk, follow instagram kami di @paguyubansrengenge atau akun FB Redaksi Srengenge.

_
Editor : Ahmad Fahrizal Aziz

Comments