Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Membela Islam dengan cara memboikot?





Kata “boikot” belakangan ini sering muncul, mulai dari boikot metro tv, sari roti, sampai terakhir film surga yang (tak) dirindukan karena salah satu artisnya, Raline Shah, konon disebut pendukung Ahok, sehingga layak diboikot.

Moment untuk boikot memboikot tersebut rasanya sedang mendapatkan tempat tersendiri setelah aksi 411 dan 212, dimana umat Islam tengah terpola dalam satu gagasan besar terkait kasus yang dilakukan Ahok.

Tambah menarik dan legal ketika lembaga sekelas MUI pun mengeluarkan fatwa, disambut dengan pembentukan GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) MUI yang diketuai Ust. Bachtiar Nashir dan Dikomandoi, yang kemudian disebut Panglima GNPF, yaitu Munarman dari FPI.

Suasana bathin tersebut membuat percaturan wacana menjadi hitam-putih, seperti tak ada celah untuk berfikir berbeda. Yang berbeda pandangan, dengan mudahnya digilas dengan sebutan munafik, anti Islam, dlsb.

Keheranan yang luar biasa, taktkala menyebut Metro tv sebagai media anti Islam. Mungkin ada satu sisi/segmen dimana pemberitaan metro tv terlampau partisan, namun kita harus obyektif juga melihat program-program lain yang menguntungkan dakwah Islam. Bahkan ketua GNPF MUI Ust. Bachtiar Nashir dahulu sering mengisi kultum jelang berbuka puasa di Metro tv.

Ini tentu tidak berarti membela metro tv, namun dalam hidup kita harus memandang sesuatu dari dua sisi. Sisi yang kurang baik perlu kita kritisi, sisi yang baik patut kita apresiasi.

Termasuk tentang sari roti, nilai keberkahannya kemudian diperbandingkan dengan sikap perusahaan yang mengklarifikasi bahwa mereka tidak memberikan roti gratis dalam aksi demo “bela Islam”, sampai muncul produk-produk roti baru yang konon lebih syar’i.

Lalu bagaimana status halal dari MUI yang tertempel dalam bungkus sari roti? Akankah itu disebut tidak syar’i?

Apa tidak berlebihan ketika aksi-aksi tersebut pada akhirnya ditunggangi oleh kepentingan ekonomi, hingga muncullah supermarket, agen travel, produk roti baru, dll. apakah etis dan sportif, ketika moment boikot itu kemudian disambut oleh produk anyar yang lahir dari semangat antipati pada produk lain. Bahkan beberapa produk roti baru untuk menggantikan sari roti banyak yang belum dapat label halal MUI.

Lagi, ketika ramai-ramai ajakan boikot film yang dibintangi Raline Shah. Perlu kita tahu, banyak sekali artis yang menyatakan dukungan terhadap Ahok-Djarot secara terbuka. Jika memang kekeh hendak memboikot, silahkan list satu per satu untuk tidak mengakses karya-karya mereka.

Terkait Raline Shah, kita juga perlu ingat kiprahnya dalam film lain, misalkan dalam film “99 cahaya di langit eropa” yang punya sisi dakwah, terutama dalam memahami sejarah Islam di eropa.

Lagian, film tersebut ditulis oleh Asma Nadia, salah satu penulis Muslimah yang telah memberikan sumbangan positif, tidak saja untuk dakwah Islam, melainkan juga upaya mencerdaskan bangsa melalui gerakan literasi yang ia jalankan.

Jangan karena Ahok seorang, fikiran kita tertutup, serta mengaitkan segala hal yang berkaitan dengannya dalam kerangka teologis. Politik itu bersifat preferensial, hak orang untuk suka atau tidak suka, namun agama selalu dibawa bawa untuk hal yang bersifat konfrontatif dan tidak produktif. []

Blitar, 11 Februari 2017
A Fahrizal Aziz

Comments