Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Menguji Tuhan Dengan Do’a

blitarmu, doa, opini

Dulu, waktu di pondok ustadz usul fiqh saya pernah mengajarkan pada santri-santri tentang kata perintah dalam bahasa arab ('Amr). Pak ustadz mencacah kata tersebut menjadi 3 (tiga) makna. Pertama perintah dari atasan (Tuhan) kepada hamba yang disebut “amr”. Kedua Perintah dari orang dengan derajat yang sama yang disebut “iltimas”. Dan yang terakhir adalah permintaan hamba kepada yang maha tinggi atau yang disebut dengan do’a.

Jadi, cerita bermula pada tanggal 20 maret kemarin saat istri saya berdasarkan perkiraan bidan setempat sudah akan melahirkan anak pertama saya. Dalam keadaan cemas-cemas berharap si dedek lahir tepat waktu ternyata sampai waktu mundur dua hari dari tanggal perkiraan si calon dedek belum juga menunjukkan tanda-tanda.

Telat dua hari tak disangka membuat istri saya naik darah. Bukan marah, tapi memang tekanan darahnya naik menjadi 130/80. “Wah, gawat nih” batin saya. Karena bidan sudah hapal betul dengan kondisi pasien yang darahnya naik begini pra lahiran, maka bu bidan dengan baik hati memberi obat agar tanda-tanda itu sedikit ketahuan rimbanya.

Singkat cerita istri saya perutnya sakit bukan main. Semalam tidak bisa tidur, katanya. Iya, katanya, lha wong saya tetep ngorok-ngorok saja. Sebagai suami yang baik hati- kalau ada maunya pastinya- pagi-pagi saya balik ke dokter. Tanpa diduga ternyata istri sudah bukaan 2 (dua)

Waktu berlalu sekitar 4 jam sampai akhirnya istri bukaan 8 (delapan) sekitar jam 10 siang dan bertahan sampai pukul 14.00. Bu bidan dengan berat hati melaimbaikan bendera putih sebagai tanda rujukan. Besar kemungkinan operasi akan dilakukan.

Satu jam kemudian akhirnya saya, istri dan beberapa keluarga sudah sampai tujuan. Istri yang selama perjalanan mengeluh sakit pembukaan tak henti bahkan sampai ketika sudah berbaring di ruang persalinan.

Beberapa suntikan diberikan, keluhan yang awalnya renggang kini sudah mulai panjang-panjang. Panik? Pasti. Dalam keadaan seperti itu saya bahkan sempat membodoh-bodohkan diri karena dulu tidak mengambil jurusan kedokteran saja. Tapi apa lacur, masuk jurusan kedokteran itu bagi saya sudah seperti memasukkan singa dalam jarum. Berhasil doi pasti nyakar, kalau gagal pasti udah nelen saya.  Orang setengah pintar lebih memprihatinkan dari pada setengah bodoh.

Keadaan semakin kritis ketika waktu maghrib tiba. Tidak pikir lama saya pamit sholat maghrib dan mengajak bapak mertua dan adik ipar ikut serta. Di sholat maghrib itulah saya menagih janji tuhan dengan hikmat. Saya ingin menguji kata-kantaNya yang maha benar itu.

Saat itu terngiang-ngiang dikepala saya bagaimana dulu Nabi Ibrahim alaihi salam meminta bukti keimanan kepadaNya yang akhirnya dijawab tuntas lewat gelar perkara bagaimana menghidupkan kembali burung yang sudah dirajang menjadi menyatu kembali. Lengkap dengan segala atribut kepala dan seluruhh anggota badan tentu saja.

Disaat yang sama tergambar di kepala bagaiamana dulu nabi Yunus alaihi salam berada dalam tiga lapis gelap gulita. Gelap perut, gelat laut, dan gelap dunia. Sempurna. Tapi toh nyatanya nabi Yunus kala itu tetap melayangkan doa-doa. Tanpa putus asa. Sampai akhirnya semua terjawab tuntas.

Dalam keadaan psikologis kurang lebih seperti itu saya menghadap Allah. Dan coba tebak apa hasilnya? Belum terjawab. Ya, belum terjawab sampai waktu isya’ datang. Tapi toh saya belum juga nyerah. “Lha ngapain saya nyerah kalau dokter saja belum menyatakan operasi?”

Ok, isya’ akhirnya menjadi ruang tempur tersengit di tahun saya kali ini. Surat-surat panjang terucapkan. Tapi panjang disini jangan dibayangkan membaca surat Al-Baqoroh atau Ali Imran. Terlalu istimewa kalau saya bisa hapal surat itu dengan sempurna.

Belum lagi saya selesai saya sholat isya’ tiba-tiba ponakan saya dari luar mushola mengkhabarkan kalau bayinya sudah lahir. Normal. Walah, hati saya lumer seketika. Tangis bercampur senyum muncul saja tanpa diminta. Disaat itulah saya nyeletuk sama Alloh: “Guyonon jenengan nggak lucu, gusti”. Sambil saya senyum-senyum kesemsem dengan gaya guyon Tuhan yang kadang absurd itu.

Assalamualaikum, the world. Anak pertamaku, Azzam Zulfikar.







 ====================================================
loading...
=======================================================

Comments