Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Perpaduan Islam dan Jawa (dalam pandangan kaum tengahan)

Perpaduan Islam dan Jawa
dalam pandangan kaum tengahan

oleh: Khabib M. Ajiwidodo*

Membirakan islam dan jawa memang bukanlah sesuatu yang gampang, perbicangan mengenai kedua hal tersebut sudah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu. Ada yang beragumen bahwa jawa harus dipisahkan dengan islam yang biasa dikenal dengan islam puritan, ada yang beragumen bahwa islam dan jawa harus disatukan bahkan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan inilah yang dikenal islam tradisional, akan tetapi ada pihak lain yang beragumen islam dan  jawa bisa berjalan bersama tapi tidak seluruhnya, mereka menyebut dirinya kaum tengahan.


buku karya M. C. Ricklefs, membahas mengenai proses islamisai di jawa


Islam slam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya ayat 107 yang bunyinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadits riwayat al-Imam al-Hakim “Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”. Agama dilahirkan untuk menertibkan semua chaos dan kekacauan yang diproduk manusia. Semua syariat agama diturunkan untuk membawa manusia dari dunia gelap ke dunia terang. Dari peradaban jahiliyah ke peradaban Ilahiyah. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi Syua’ib diutus untuk menertibkan teraju yang dipakai bangsa Madyan. Demikian pula dengan Musa, dia diutus untuk mengakhiri praktik penindasan suatu bangsa atas bangsa yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada Daud, Shaleh, Ilyas, Ilyasa, Nuh, dan para Nabi lainnya. Kalau dicermati, semua kisah Nabi yang ada dalam Al-Qur’an, semuanya diutus untuk memperbaiki moral sesat masyarakat yang telah menjadi peradaban munkar. Nilai nilai islam itu bersifat Universal, tidak tersekat oleh Nilai Nilai kedaerahan walaupun itu nilai nilai dari Arab, karena tidak semua budaya Arab itu adalah ajaran islam.

Tanah air masyarakat jawa adalah jawa, mereka biasa menyebut dirinya Wong Jowo. Masyarakat jawa mempunyai budaya budaya khas yang menunjukkan wong jowo, kebudayaan tersebut meliputi

1.      Bahasa, Dalam bahasa jawa, ada tiga bahasa tutur, yaitu ngoko(tidak formal), Krama (semi formal), Krama inggil (formal). Dalam hal penulisan, jawa juga mempunyai aksara jawa yaitu hanacaraka datasawala padajayanya magabatanga.

2.      Dalam perhitungan bulan dan hari, mereka menggunakan hari pasaran (legi, paing, pon, wage, kliwon), dalam perhitungan bulan (Suro. Sapar. Mulud. Bakdo mulud. Jumadil awal. Jumadil akhir. Rejeb. Ruwah. Poso. Syawal. Selo. Besar) perhitungan bulan ini mengacu pada nama nama bulan pada kalender Islam. Setiap hari besar orang jawa selalu mengadakan selamatan, bersih desa, dls

3.      Kuliner, keragaman kuliner jawa dilihat dari keragaman makanan dan penyajian makanan, contohnya sego tumpeng (nasi yang berbentuk kerucut, sego gulung (nasi bulat), biasanya di sajikan ketika ada Hajatan.

4.      Seni, orang jawa punya wayang, gamelan, tembang, baksa jogged serta batik. Mereka juga punya sandiwara rakyat yaitu wayang wong, ketoprak, luduk, serta tarian jalanan seperti kledek, jaranan dan janggrung.

5.      Fashion, orang jawa biasa mengenakan blangkon, tapih, beskap atau batikan

6.   Sistem kemasyarakatn, mereka membagi diri diri mereka sendiri menjadi tiyang alit dan priyayi. Pergaulan dan enkulturasi orang jawa juga didasarkan pada konsep ini (tinggi-rendah, inggil-andap)

7.    Mistisme atau Gaib,orang jawa  sering melakukan obong kemeyang ketika akan memulai hajatan, selamatan ketika akan memulai dan memperingati sesuatu. Orang jawa juga mengenal roh roh halus yang ada di dunia, antara lain memedi, gendoruwo, tuyul, setan demit, dls. Orang jawa biasa pergi ke dukun  ketika jiwanya sedang di randa kegelisahan, Dukun biasa disebut wong pinter oleh orang jawa. Dalam hal mistisme, banyal orang jawa masih menganut paham animisme dinamisme yang di padukan dengan hindu dan budha.


perpaduan yang apik, sinden memakai jilbab

Ketika Islam mulai berkembang di Indonesia, pengaruh Islam masuk di kerajaan yang berada Indonesia. Kala itu Sistem dan budaya kerajaan (kerajaan islam kuno) mulai mencampurkan antara budaya jawa dengan islam, akibatnya banyak sekali penyelewangan - penyelewangan inti Ajaran agama Islam yaitu Tauhid. Contohnya: ketika masuk masjid harus obong kemenyan dulu sambil membaca mantra, ketika mau pentas wayangan harus baca mantra agar roh-roh jahat bisa pergi, larung sesaji di pantai walaupun itu tradisi animisme dinamisme tapi harus ada Doa yang bernafaskan islam, Orang meninggal sampai 7 hari masih di sajikan makanan, doa di kuburan, dls. Percampuran yang awut-awutan inilah yang mengakibatkan ajaran agama islam dan ajaran isme jawa menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, lambat laun tauhid orang islam menjadi luntur. Dari fenomena ini akhirnya muncul dua arus pemikiran yang berkembang di masyarakat yaitu arus yang mendukung penyatuan jawa dan islam, dan arus yang menolak penyatuan islam dan jawa.

Bagaimana kaum tengahan mengambil sikap mengenai fenomena di atas?

Dalam pengertian sederhana, konsep ummatan wasathon bisa diartikan sebagai sebuah komunitas umat Islam yang berada di tengah-tengah, tidak berada pada titik ekstrem tertentu dan selalu mengedepankan keseimbangan, baik dalam pemikiran, pemahaman maupun pengamalan atas ajaran Islam yang diyakininya. Dan demikian Kami (Alloh SWT)  telah menciptakan kamu (kaum muslimin) sebagai ummatan  wasathon agar kamu sekalian dapat menjadi saksi bagi manusia lain dan sesungguhnya rasul (utusan Alloh) menjadi saksi atas diri kamu sekalian. ( QS Al  Baqarah ayat 143), ayat itulah yang menjadi dasar pemikiran konsep tengahan.  

Berkaitan dengan budaya jawa, kaum tengahan beragumen bahwa tidak semua hal yang berbau jawa itu salah, masih banyak hal yang hal baik  yang berasal dari kebudayaan jawa yang tidak melanggar ajaran Islam,  Contoh:

1.     Pemakaian bahasa yang santun, bagaimana tata berbicara antara anak kecil dengan orang tua, di atur dalam budaya jawa. Dengan menggunakan bahasa jawa secara baik, maka dalam diri seseorang akan terdidik dan terbiasa menempatkan diri, baik kepada orang yang lebih tua, sepantaran atau kepada orang lebih muda sekalipun. 

2.     Di kalangan santri, mengenal huruf pegon, yaitu huruf arab yang di modifikasi untuk menuliskan bahasa jawa, biasanya di gunakan untuk mengartikan ayat al quran, atau kitab islam yang lain

3.     Menggunakan baju batik, beskap atau tapih. Bahkan dalam salah satu muktamar ormas islam terbesar di dunia yaitu  Muhammadiyah pada tahun 1929 menyerukan untuk memakai pakaian tradional kepada para utusan muktamar. Dalam hal ini pakaian tradisional yang tidak melanggar Syara’.

4.     Pentas kesienian jawa, baik itu wayangan atau jaranan, nilai pentas seninya tetap di lakukan, akan tetapi anmisme dan dinamismenya harus ditinggalkan.

5.      Penggunakan hari pasaran (legi, paing, pon, wage, kliwon) biasa di gunakan di masjid majid, gunanya untuk menentukan jadwal khotbah jum’at.


salah satu buku Muhammadiyah yang menegaskan pentingnya dakwah kultural


Sedikitnya Dari 5 contoh di atas tentunya masih banyak budaya budaya jawa yang bisa ambil untuk kepentingan dakwah islam, kaum intelektual menamakannya “Dakwah Kultural”. Mengenai hal ini  Ahmad Najib Burhani, Ph. D  mengatakan “islam secara cultural di jawakan, dan jawa secara substansi di Islamkan (dimoderenkan dan dirasionalkan); Jawa sebagai sistm ideology atau isme DITOLAK, tapi Jawa sebagai budaya DITERIMA”.

Begitulah komunitas wasathon, baik sebagai sebuah “gerakan” maupun “keilmuwan” perlu dikembangkan. Dan bukan siapa-siapa yang  mesti melakukannya. Tak lain tak bukan adalah kita sendiri, umat Islam ini. Anda, saya dan kita semua. Dari sini bisa ditemukan titik tengah perpaduan antara Islam dan Jawa.

Wallahu’alam Bishowab

_________________________

*Penulis adalah Pimpinan Redaksi Srengenge Online




Blogger dan Aktivis Literasi

Comments