Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Buya Syafii dan Kang Moeslim, Menghidupkan Gerakan Intelektual di Muhammadiyah


Sosok Moeslim Abdurrahman (Alm) adalah arsitek yang membidangi lahirnya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Pada tahun 2003.

Saat itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah dijabat oleh Buya Syafii Maarif dan Haedar Nashir sebagai Sekretaris Umum.

Kiprah Kang Moeslim, sapaan akrab Moeslim Abdurrahman, dan Buya Syafii Maarif di ranah kultural tidak bisa dinafikan begitu saja dalam sejarah intelektualisme Islam di Indonesia.

Di samping sebagai akademisi dan pengamat sosial keagamaan, Kang Moeslim juga pernah mejabat sebagai Direktur Maarif Institute. Sehingga bisa dibayangkan betapa kuat hubungan kultural antara keduanya.

Wadah bagi kaum intelektual muda

Lewat JIMM, Kang Moeslim mementori kader-kader muda Muhammadiyah agar menguasahi bahasa Inggris dengan baik sebagai persiapan melanjutkan studi keluar negeri.

Beberapa "anak kultural"nya kini sudah menjadi Doktor dan Profesor di antaranya, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, Prof. Dr. Hilman Lathif, Prof. Dr. Zakiyudin Baidhawy, Dr. Pradana Boy ZTF, Dr. Zuly Qodir, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya berkiprah di ranah akademik, kader-kader muda didikan Moeslim Abdurrahman juga banyak yang berkiprah di ranah kultural dan politik.

Lahirnya JIMM adalah salah satu tanda kebangkitan intelektualisme di Muhammadiyah. Saat itu ada banyak sekali publikasi baik di lingkup peguruan tinggi atau media cetak yang diproduksi anak-anak JIMM.

Hingga sekarang, para aktivis muda itu telah mewarnai jagad intelektualisme di Indonesia dalam berbagai bidang. Mereka pun juga banyak yang mengisi pos-pos strategis di struktur Muhammadiyah.

Buya Syafii sebagai payung intelektual

Bangkitnya gerakan intelektualisme di kalangan Muhammadiyah adalah salah satu ciri khas kepemimpinan Buya Syafii Maarif yang memang dikenal sebagai tokoh intelektual yang mengayomi.

Tidak hanya mendorong, namun Buya Syafii juga memberikan teladan seperti misalnya rutin menulis di media nasional tiap pekan, menerbitkan buku dan menjalin relasi dengan banyak kalangan.

Buya Syafii kerap pasang badan untuk menghadapi kritik dari kelompok konservatif. Konsistensi itu ia lakukan bahkan saat tak lagi mejabat sebagai ketua umum.

Maka tak heran jika di masa kepemimpinannya gerakan intelektual tumbuh pesat dan mendapatkan perhatian penuh dari PP Muhammadiyah. Kini, para aktivis itulah yang juga menjadi kekuatan besar bagi Muhammadiyah.

Kiprah besar itu akan menjadi ingatan dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Kolaborasi antara Buya Syafii sebagai pejabat struktural dan Kang Moeslim sebagai penggerak kaum muda Muhammadiyah. [Red.B]

Comments