27 April, 2019 WIB
Oleh: Dr. H. Haedar Nashir, MSi
Muhammadiyah adalah organisasi Islam tertua di Indonesia yang masih bertahan, tumbuh, dan berkembang bukan hanya di Indonesia tetapi menembus ranah mancanegara. Muhammadiyah juga dikenal luas karena amal usahanya yang besar di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan dakwah di basis jamaah atau komunitas. Muhammadiyah melalui organisasi perempuannya Aisyiyah merupakan organisasi Islam yang memelopori kebangkitan perempuan Muslimah Indonesia. Muhammadiyah bahkan dikenal oleh orang awam sebagai organisasi orang-orang pandai dan modern.
Namun apakah generasi milenial atau generasi Zaman Now yang tidak bersentuhan dengan lingkungan Muhammadiyah masih mengenal Muhammadyah? Apakah anak-anak remaja yang lahir dalam kurun mutakhir di kota-kota besar maupun di pelosok-pelosok tanah air masih mengenal Muhammadiyah? Pertanyaan menggelitik ini penting untuk menjadi perenungan siapa tahu memang makin lama generasi baru makin kurang mengenal Muhammadiyah. Di sinilah pentingnya terus-menerus mempopularisasikan Muhammadiiyah di kalangan anak-anak muda, termasuk melalui media sosial. Melalui media sosial perlu terus dipopulerkan apa dan bagaimana Muhammadiyah itu sebagai gerakan Islam yang menyebarluaskan misi dakwah dan tajdid untuk membawa kemajuan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.
Mengenal Muhammadiyah
Muhammadiyah sudah lama dikenal luas oleh masyarakat, baik di dalam negeri maupun di mancanegara. “Siapa yang tidak mengenal Muhammadiyah?”, ujar Presiden Soeharto, yang menyatakan diri sebagai “bibit Muhammadiyah” karena pernah mengenyam pendidikan SMP Muhammadiyah di Wonogiri. Presiden Soekarno sejak tahun 1933 bahkan menjadi anggota dan pengurus Muhammadiyah. Tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya seperti Jenderal Soedirman, Ir Djuanda, dr Soetomo, dan lain-lain. Tentu saja para tokoh bangsa lainnya yang termasuk pimpinan Muhammadiyah yaitu Kiai Mas Mansur yang juga dikenal Tokoh Empat Serangkai (bersama Soekarno, Moehammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara), Ki Bagus Hadikusumo (Anggota BPUPKI), Prof KH Kahar Muzakkir (Anggota perumus Piagam Jakarta), Mr Kasman Singodimedjo (Ketua KNIP, Jaksa Agung pertama), Dr Rasjidi (Menteri Agama pertama), Buya HAMKA, dan lain-lain. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan selain pendiri Muhammadiyah dan Aisyiyah, juga diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional.
Demikian pula hampir seluruh sudut tanah air dijumpai papan nama lembaga pendidikan, rumah sakit, kantor, dan amal usaha Muhammadiyah. Muhammadiyah sungguh merupakan organisasi Islam yang melekat dalam denyut nadi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Masyarakat luas sangat mengenal Muhammadiyah melalui amal usahanya seperti lembaga pendidikan dari Tingkat Dasar hingga Perguruan Tinggi, Rumah Sakit dan Poliklinik, Panti Asuhan, dan lain-lain. Di seluruh tanah air tak berbilang para tokoh lulusan sekolah Muhammadiyah, antara lain Prof DR Boediyono, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2009-2014 termasuk lulusan SD Muhammadiyah di Blitar. Inilah organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan berbagai karya amaliah yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Jadi, siapa tidak mengenal Muhammadiyah?
Muhammadiyah perlu dikenali dan dipahami dari berbagai aspeknya yang melekat dengan jatidiri gerakan Islam ini. Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 18 November tahun 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah dengan pendiri Kiai Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah sejak awal berdirinya menjalankan misi dakwah untuk menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan indidvidu, keluarga, dan masyarakat. Muhammadiyah juga menjalankan misi tajdid untuk memperbarui pandangan dan cara pengamalan Islam dalam kehidupan umat Islam sehingga Islam menjadi agama yang membawa kemajuan hidup bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan demikian kehadiran Muhammadiyah melalui misi dakwah dan tajdid itu dapat menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Muhammadiyah menjadikan Islam sebagai asas gerakan yang menjadi landasan dan pedoman kehidupan (way of life) dengan mengamalkan Islam dalam aspek akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah-dunyawiyah untuk membawa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Adapun maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menjunjungtinggi ajaran Islam menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dengan masyarakat Islam yang diwujudkan Muhammadiyah maka dalam radius yang lebih luas bagi kehidupan umat manusia dapat mewujudkan kehidupan yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, suatu kehidupan yang serbabaik dalam naungan Ilahi.
Muhammadiyah adalah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dengan usianya yang melewati satu abad telah menjadi organisasi Islam yang sangat besar di Indonesia. Muhammadiyah bahkan dikenal sebagai organisasi modern Islam terbesar bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia (Madjid, 1999; Peacock, 1978, 1986). Karenanya secara kualitas ditinjau dari sistem organisasinya yang modern; amal usahanya di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat; maupun dari kemajuan pemikiran dan kepeloporannya dalam pembaruan; serta dalam kiprah kemasyarakatan dan kebangsaannya dapat dikatakan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia maupun dalam kancah dunia, terutama dari segi kualitas dan sistem organisasinya. Parameter kualitas penting bagi bangsa Indonsia agar tidak bangga dengan kuantitas belaka tetapi umatnya lemah dan tertinggal. Pernyataan atas kebesaran tentang Muhammadiyah tersebut sebagai wujud kesyukuran kepada Allah SwT, bukan sebagai bentuk ria dan untuk berbangga-bangga. Sekaligus sebagai apresiasi atau penghargaan atas kiprah dan pengkhidmatan para perintis dan penerus gerakan Muhammadiyah dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kejayaan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Muhammadiyah lahir, tumbuh, dan berkembang dengan penuh perjuangan yang dinamis antara pasang dan surut serta melewati banyak rintangan dan tantangan. Pendirinya Kiai Haji Ahmad Dahlan yang sewaktu muda bernama Muhammad Darwis, mendirikan Muhammadiyah bersama para murid dan sahabatnya sungguh dihadapkan pada banyak penentangan. Di kampung Kauman Yogyakarta tempat kelahiran organisasi Islam ini pun tidak sedikit halangan yang dihadapi Kiai Dahlan dan gerakan Muhammadiyah yang didirikannya. Muhammadiyah dianggap “agama baru” karena membawa paham pembaruan (tajdid) yang belum dikenal kala itu di kalangan umat Islam yang masih jumud (kolot, konservatif, tradisional).
Langkah pembaruan Kiai Dahlan dan Muhammadiyah generasi awal seperti meluruskan arah kiblat, memperkenalkan sistem pendidikan Islam modern, memelopori taman pustaka dan gerakan literasi keilmuan, mendirikan organisasi Islam perempuan bernama Aisyiyah, mendirikan rumah sakit atau poliklinik dan lembaga pelayanan sosial, serta meluruskan pemahaman Islam yang keliru dan diliputi syrik, tahayul, bid’ah, dan khurafat. Kiai Dahlan bahkan dianggap “kafir” atau menyimpang dari Islam karena memperkenalkan paham pembaruan tersebut. Padahal pendiri Muhammadiyah tersebut justru mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang sebenar-benarnya dengan mengembangkan ijtihad untuk menghadirkan Islam dalam menjawab masalah dan tantangan zaman.
Gerakan Pembaruan
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaruan Islam. Kehadiran Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam (tajdid fil-Islam) sering dikaitkan dengan matarantai dengan gerakan-gerakan tajdid di dunia Islam sebelumnya yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Ahmad Khan, Syeikh Waliyullah, dan lain-lain. Corak pembaruan Islam tersebut ada yang kuat dalam pemurnian Islam (purifikasi), ada pula yang berorientasi pembaruan itu sendiri (dinamisasi) terutama dalam lapangan pemikiran dan pengembangan amaliah keislaman. Kiai Dahlan menyerap pikiran-pikiran pembaruan Islam tersebut. Tetapi pendiri Muhammadiyah tersebut memiliki perbedaan yang tidak dimiliki oleh para pembaru (mujadid) Islam sebelumnya itu. Ahmad Dahlan memperkenalkan hal-hal yang sama sekali baru seperti pembaruan gerakan perempuan Islam untuk bergerak di ranah publik yaitu Aisyiyah (1917) serta lahirnya pranata-pranata sosial baru Islam seperti lembaga pendidikan modern, lembaga kesehatan dan pelayanan sosial, gerakan kepanduan, dan pendekatan dakwah yang bersifat kultural sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia atau khususnya waktu itu masyarakat Yogyakarta.
Watak Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan bukan hanya pemurnian (purifikasi) tetapi sekaligus kuat pada pembaruan (dinamisasi) serta berwatak moderat atau tengahan (wasithiyah), yang berbeda dengan gerakan pembaruan Islam di Timur Tengah. Karenanya Muhammadiyah berbeda dengan gerakan-gerakan Islam di negeri-negeri Arab, sehingga keliru sekali jika ada yang menyebut Muhammadiyah sebagai Wahabbi seperti pandangan Islam yang dipelopori Muhammad bin Abdul Wahhab di Saudi Arabia. Muhammadiyah itu moderat dalam pembaruannya dan orientasi gerakannya, serta membumi di masyarakat dan negeri Indonesia, sehingga penampilannya damai dan toleran sekaligus membawa kemajuan. Muhammadiyah bukan organisasi yang garang dalam berdakwah, tetapi juga tidak tradisional, sehingga dapat disebut sebagai organisasi Islam yang moderat berkemajuan.
Muhammadiyah juga memainkan peran kesejarahan yang penting dalam gerakan kebangkitan nasional dan perjuangan kemerdekaan. Gerakan kepanduan Hizbul Wathan (1918) menunjukkan gerakan cinta tanah air, yang dari rahim gerakan ini lahir pemuda bernama Soedirman yang menjadi pelopor perang gerilya dan Bapak Tentara Nasional Indonsia. Peran Aisyiyah dalam Kongres Perempuan tahun 1928 juga menjadi tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia. Demikian pula kepeloporan Majalah Soeara Moehammadijah (SM) tahun 1915 yang sejak tahun 1923 memperkenalkan penggunaan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia sebelum terjadi Sumpah Pemuda 1928 sangatlah monumental dalam meletakkan dasar keindonesiaan. Kiprahnya dalam membangun masyarakat setelah kemerdekaan dalam berbagai fase pemerintahan juga tak berbilang, sehingga menjadi gerakan keislaman dan kebangsaan yang sejati. Di kawasan Indonesia Timur Muhammadiyah besar peranannya dalam memajukan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat sehingga menampilkan gerakan kemajemukan melalui amaliah nyata dan bukan dengan retorika dan kata-kata.
Demikian halnya dalam memperbarui alam pikiran umat Islam dan bangsa Indonesia agar berkemajuan sungguh merupakan jejak sejarah yang mahal dari perjuangan kebangsaan Indonesia. Peranan Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah sejak berdirinya tahun 1917 sangatlah besar, termasuk dalam ikut memelopori Kongres Perempuan pertama tahun 1928. Dicatat pula peran Kiai Mas Mansur sebagai Tokoh Empat Serangkai bersama Soekarno, Moehammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara di masa perjuangan zaman pendudukan Jepang. Dalam momen yang paling menentukan juga peran Ki Bagus Hadikusumo yang meletakkan fondasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam pergumulan Indonesia Merdeka yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Bagian dari kiprah Muhammadiyah tersebut menunjukkan bukti gerakan Islam modern yang dipelopori Muhammadiyah sangat menentukan perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia di awal abad ke-20 hingga Indonesia merdeka serta pasca kemerdekaan hingga saat ini. Karenanya Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dan bahkan menyatu dengan keberadaan serta perjuangan Islam di Indonesia serta perjuangan bangsa Indonesia sejak berdirinya hingga kini dan ke depan.
Karenanya penting untuk dipahami sejarah, keberadaan, kelahiran, perkembangan, karakter, dan selukbeluk Muhammadiyah dalam berbagai aspeknya baik bagi warga Muhammadiyah maupun para pihak yang ingin mengetahui secara mendalam tentang Muhammadiyah sebagai gerakan Islam di Indonesia. Bagaimana Muhammadiyah lahir, apa hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, bagaimana matarantai Muhammadiyah dengan gerakan pembaruan Islam di dunia Islam, seperti apa keberadaan Muhammadiyah dalam konteks Islam Indonesia, bagaimana tentang masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang menjadi tujuan Muhammadiyah, bagaimana karakter Muhammadiyah dibanding gerakan Islam lain, bagaimana gerakan Aisyiyah dan organisasi otonom lainnya sebagai komponen strategis yang berada dalam naungan organisasi Muhammadiyah untuk mewujudkan tujuan gerakan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan tersebut. Memahami dan mengkaji Muhammadiyah sungguh merupakan bagian penting dari belajar sejarah dan keberadaan perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia yang tiada akhir. Bagi generasi muda Muslim belajar Kemuhammadiyahan itu merupakan sesuatu yang perlu terus dipopulerkan agar menjadi generasi pembelajar yang memahami sejarah bangsa termasuk sejarah keberadaan Muhammadiyah sebagai agen pembaru kehidupan bangsa di negeri Indonesia tercinta dalam mewujudkan Islam berkemajuan yang membawa rahmatan lil-‘alamin.
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini