Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Sisi Feodalisme Jawa



Sisi Feodalisme Jawa




Dalam sosiologi jawa, ada tiga sifat orang jawa yaitu sabar, narimo dan ikhlas. Ketiga sifat diatas oleh leluhur selalu dijarkan tanpa memberikan pemahaman makna rasional terhadap tiga sifat tersebut. Pewarisan pemahaman tersebut berlangsung sudah lama dan turun-tumurun, dengan kata lain, orang jawa memiliki gen feodalistis yang kuat. Jika dikaitkan dengan kekuasaan, maka akah melahirkan suatu ketundukan atau kepatuhan yang berlebihan kepada penguasa (feodalistis).

Feodalistis memiliki dua arti, pertama, sebuah sistem sosial yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, sedangkan yang keduaadalah sistem sosial yang mengagung-angungkan jabatan atau pangkat dan bukan prestasi kerja. (Soedjipto. 2014)

Dalam konsepsi jawa, orang yang berkuasa adalah orang mampu menyerap menyeimbangkan sifat-sifat yang terdapat dalam dirinya atau tidak. Maka dari itu, bagi orang jawa seorang penguasa harus mendapat penghormatan dan pengabdian.

Sisi negatif yang sering dituduhkan terhadap faham ini adalah bahwa Jawaisme atau sikap feodal orang jawa ini membentuk mental bangsa Indonesia menjadi mental kacung. Sikap ini dianggap sebagai penyumbang terbesar terhadap terpuruknya bangsa ini, yang mengakibatkan kolonialisme dan imperialisme dapat bertahan di negara ini sampai berabad-abad lamanya.

Bagi orang jawa kuno, pusat di dunia ada pada raja dan keraton / istana, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan Raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan keraton sebagai kediaman raja. Keraton / istana merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.

Karena kepatuhan terhadap paham itu, masyarakat jawa yang dianggap terlalu mengagungkan kekuasaan serta mamatikan budaya kritis dengan tetap mendukung panguasa walaupun dalam kepemimpinannya tersebut dinilai kurang baik, istilah singkatnya adalah memilih posisi aman saja. Sampai saat ini feodalisme dalam masyarakat jawa masih terasa,terutama mengingat hampir semua presiden Indonesia adalah orang jawa. Meskipun pemerintahannya kurang baik, tetap saja mendapat dukungan dari sebagian besar masyarakat yang lebih menyukai kenyamanan.


Meskipun banyak yang memaknainya negatif, sikap ini (feodalistis)juga memiliki sisi positif, yakni masyarakat jawa masih menghormati raja/ pemimpin mereka. Raja / pemimpin bukan sedekar simbolis di era saat ini, namun masih mempunyai daya kekuasaan dan kekuatan / pengaruh yang kuat. Tentu saja, inilah yang membuat budaya jawa dan segala tradisinya tetap terjaga hingga hari ini, meskipun juga banyak penurunannya, seperti yang dialami kebudayaan nonpopuler lainnya.


Pada dasarnya, hampir semua orang jawa mengedepankan prinsip harmoni, sebisa mungkin menghindari konflik yang tidak diperlukan. Jawa, sebagai suku dominan di Negara ini tentu saja sering kali menuai pujian, namun juga tak sepi dari kritikan baik dari luar maupun dari orang jawa sendiri.
___________________
Oleh:

Khabib Mulya Ajiwidodo
(Pimpinan Redaksi Srengenge Online, aktivis Pemuda Muhammadiyah Kota Blitar)

Blogger dan Aktivis Literasi

Comments