Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Getaran Dahlan Iskan



Tulisan Dahlan Iskan selalu menemani saya tiap senin pagi, sejak masih bertajuk Manufactouring Hope sampai new hope. Memang tidak semua tulisannya saya paham, apalagi yang berkaitan dengan teknis industrial yang bukan dunia saya. Pernah suatu ketika dihari senin, tulisan Dahlan Iskan tidak muncul di Koran. Mungkin karena sibuk. Maka saya search tulisan-tulisannya di Internet. Muncullah sebuah blog yang mengkompilasi tulisan-tulisan Dahlan Iskan, bahkan sejak masih menjadi CEO Jawa Pos.

Dahlan Iskan menulis banyak hal, dari berbagai tema, berbagai sudut pandang. Tidak saja tentang dunia manufaktur atau industri, tapi kadang juga menulis tentang tradisi Islam di negara-negara yang pernah ia kunjungi. Baik di Mekkah, Tiongkok, atau di Iran yang terkenal dengan Syiah-nya itu. Tulisan khas seorang Jurnalis senior yang tak ada duanya. Apapun tema yang ia tulis, Pak Dahlan selalu bisa menuliskannya secair mungkin, dan satu lagi yang penting, tulisan-tulisan Dahlan Iskan tidak selalu terpaku pada teknis penulisan baku. Tulisannya mengalir membentuk style-nya sendiri.

Membaca tulisan-tulisan serta sepak terjangnya, membuat saya mengangumi figur beliau. Ketika diundang di acara off air Mata Najwa di UMM pertengahan tahun 2013 silam bersama Prof. Mahfud MD dan Ahok, saya datang dan memburu foto-fotonya. Suasana sangat ramai, jangankan untuk berfoto bareng, untuk sekedar say hellosaja susah. Dome UMM yang besar itupun penuh oleh Mahasiswa. Ketika nama Dahlan Iskan disebut, riuh tepuk tangan dan sorak sorai bergemuruh.
Dahlan Iskan dan Mahfud MD diluar DOME UMM. foto : doc. pribadi


Sebelum ke acara Dome UMM, Dahlan Iskan shalat Jum’at di Masjid baratnya Unisma. Mendengar informasi itu, saya dan beberapa teman pun ikut Shalat Jum’at di Masjid tersebut.
Saat of air Mata Najwa. foto : doc. Pribadi

Setelah itu, saya terus menjadi pembaca setia tulisan-tulisan DI, atau tulisan yang menyangkut DI, dan selalu exited dengan berita tentangnya. Sampai kemudian Dahlan Iskan memutuskan untuk ikut dalam konvensi capres Partai Demokrat. Saya turut serta “berkampanye”, mendukung melalui tulisan di kanal-kanal online. Kata teman saya, mendukung orang seperti Dahlan Iskan itu agaknya kurang lazim untuk ukuran aktivis mahasiswa kala itu. “Dia pengusaha besar, pemilik modal, yang biasanya dikritisi habis oleh Mahasiswa,” jelas teman saya.

Justru karena itulah letak keunikannya. Dalam berbagai acara Dahlan Iskan memperkenalkan dirinya sebagai wartawan atau penulis. Biasanya justru orang lain yang menyebutnya pengusaha, atau bos media. Kalau melihat jaringan medianya, terutama yang skala lokal, jumlahnya memang tak karuan. Tapi figur DI sepertinya agak berbeda dengan para bos media lainnya. DI punya getaran yang berbeda. Melalui tulisan-tulisan, atau dari dia menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.

DI sosok multidimensi. Apa yang ada dalam fikirannya, tertuang jelas dari tulisan. Ia menulis banyak hal dari berbagai tema, dengan tingkat pemahaman dan kemampuan menjelaskannya yang baik. Rata-rata orang hanya tahu satu atau dua aspek, meski wartawan dinilai sebagai orang yang tahu banyak hal. Tapi DI juga seorang praktisi dalam bidang itu. Sebagai penulis, wartawan, CEO, Dirut BUMD dan BUMN, sampai Menteri.

Keikutsertaannya dalam konvensi Capres Demokrat, termasuk ketika akhirnya mendaftar sebagai anggota partai untuk kepentingan konvensi, banyak yang menyayangkan, namun sekaligus memuji langkah berani Dahlan Iskan. Langkah realistis untuk maju dalam arena politik yang lebih luas.

Sampai akhirnya DI memenangkan konvensi Capres Partai Demokrat mengalahkan beberapa nama beken seperti Anies Baswedan, Gita Wirjawan, Marzuki Ali, dll. Langkah beraninya ternyata tak sesuai dengan kendaraan yang ia pilih. Figur SBY yang cenderung hati-hati, membuat Partai Demokrat enggan berkoalisi untuk mengusung Dahlan Iskan. Padahal –meski suara Partai Demokrat terjun bebas kala itu—tapi respect tokoh politik masih sangat kuat terhadap SBY. Jika tahu head to headkeras antara kubu Prabowo dan Jokowi kala itu, bisa jadi figur ketiga akan memang. Katakanlah figur ketiga itu Dahlan Iskan.

Setelah itu, berita tentang DI menjadi berbeda. Mulai dari berbagai skandal yang diduga melibatkannya. Buru-buru ia ditetapkan menjadi tersangka proyek pengadaan gardu listrik, namun ternyata belum ada bukti yang kuat sehingga DI menang dalam sidang pra peradilan. Juga soal mobil listrik, DI berulang kali di panggil sebagai saksi. Soal mobil listrik ini pula direspon oleh Sang pembuatnya, Ricky Elson, dengan tulisan yang super ekspresif.

Kemarin DI juga ditetapkan tersangka dalam kasus penjualan aset PT. PWU dan langsung ditahan. Ya, langsung ditahan. Disaat yang sama juga muncul isu negatif tentang pejabat penting di Kejati Jatim, lembaga yang menahan DI atas kasus yang sudah terjadi 14 tahun silam.

Kasus itu kemudian direspon secara luas oleh banyak orang. Berbagai dukungan mengalir. Itulah saya kira salah satu getaran yang diciptakan DI selama ini. Kita tinggal mau percaya yang mana. kepercayaan itu butuh intuisi. DI hidup dengan hati “pinjaman”. DI tidak mungkin menyia-nyiakan hidup barunya itu dengan korupsi, meski mungkin ia juga akan disia-siakan oleh negara, dengan berbagai tuduhan atau dalil-dalil hukum yang ada.

Asal kita jangan ikut-ikutan menyia-nyiakan tokoh besar ini. Saya adalah satu dari sekian juta orang yang merayakan kehadiran Dahlan Iskan. []

Blitar, 1 November 2016
A Fahrizal Aziz

Comments