Dalai Lama, salah satu spiritualis terkemuka dunia dari tibet pernah mengeluarkan sebuah quote berbunyi : Sleep is the best meditation. Tidur adalah meditasi terbaik. Meditasi dalam keyakinan Dalai Lama, adalah bagian dari ibadah. Meditasi sebagai cara untuk merenungi kehidupan, serta memperoleh ketenangan. Bagi Dalai Lama, meditasi terbaik adalah tidur.
Terlepas dari unsur teologis, tidur memang bagian penting dalam hidup manusia. Kebutuhan pokok. Produktifitas, emosi, hingga kesehatan bergantung pada kualitas tidur. Orang yang tidak bisa tidur dengan nyenyak, biasanya memiliki problem yang mengganggu pikirannya. Kualitas tidur seseorang juga bisa menjadi cermin dari kualitas hidupnya.
Jika kita sedang sumpek dan banyak masalah, biasanya tidak bisa tidur nyenyak. Fikiran dipenuhi dengan hal-hal negatif, sehingga kualitas tidur menurun. Maka, isyarat Sleep is the best meditation bagi Dalai Lama, adalah isyarat psiko-teologis bahwa ibadah dan kehidupan adalah dua hal yang menyatu. Bahwa meditasi, sebagai sebuah ibadah, secara substantif memiliki tujuan spiritual,memberikan kedamaian bagi manusia. Tidur bisa dijadikan media untuk meraih hal tersebut.
Artinya, jangan korbankan waktu tidur untuk memikirkan hal-hal negatif. Sebagaimana meditasi, yang bertujuan mengosongkan fikiran, untuk kemudian memasukkan fikirian-fikiran positif, tidur juga demikian. Jadikan tidur sebagai ibadah, refresing jiwa. Setiap agama punya doa-doa tersendiri sebelum tidur.
Doa sebelum tidur memberikan kesadaran pentingnya mengingat Tuhan. Mengingat kebesaran dan kasih sayang Tuhan. Mengingat bahwa tidak ada satu pun yang luput dari pengawasan Tuhan, mengingat bahwa Tuhan selalu bersama orang-orang yang berfikiran positif. Dalam sebuah hadits qudsi, Tuhan berfirman : Aku adalah bergantung pada prasangka umatku.
Tidurlah dengan kedamaian. Dengan fikiran positif. Dengan optimisme bahwa Tuhan akan senantiasa menjaga kita, menolong kita, seberat apapun problematika yang sedang kita hadapi. Jadikan tidur sebagai media untuk mengistirahatkan raga, jiwa dan fikiran kita, agar keesokan harinya kita bisa menatap hari dengan lebih optimistik, lebih fit, lebih produktif.
Quote tersebut menjadi relevan, tidak saja sebagai “terobosan teologis”, tapi juga mengajak kita merenungi lebih dalam aktivitas yang selama ini mungkin hanya kita lewatkan begitu saja, sebagai siklus ilmiah minus kepentingan spiritual. Tidur ternyata tidak semata kebutuhan bagi tubuh, tapi juga sarana melatih kepekaan jiwa.
Tidur adalah ibadah non formal. Siklus ilmiah dan alamiah yang menentukan kualitas hidup dan produktifitas kita sebagai manusia. (*)
Blitar, 26 September 2016
A Fahrizal Aziz
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini