Ingatan Tentang Jurmalintar (1)

Saya baru tahu kalau MAN Kota Blitar sekarang memiliki ekskul IT dan Seni Rupa, disamping Jurnalistik. Ketika aktif di dunia media, saya baru tahu jika dimensi Jurnalis itu sangat luas. Dunia Pers, lebih tepatnya, melibatkan banyak elemen. Tidak hanya wartawan, tapi juga designer, fotografi, karikaturis, kameramen, teknisi, tim marketing, dan terbaru, ketika maraknya media online, adalah tim website dan sosmed.

Ternyata juga, di dunia media sekarang, ada orang yang kerjaannya sangat unik : membuka sosmed. Terutama facebook, twitter, dan Instagram. Di beberapa media online, ada tim sendiri yang mengelola sosmed. Maka jangan kaget kalau ada orang yang ditanya apa kerjaannya, lalu dia menjawab kerjaannya facebook-an, twitter-an, atau instagraman. Ternyata memang ada pekerjaan seperti itu.

Seberapa penting kerjaan itu? ternyata sangat penting. Bagi media online, peran sosmed sangat vital. Sebagus apapun wartawan menulis berita, peran tim sosmed sangat penting untuk menyebarkan berita itu ke kalayak luas. Peran penting lainnya, tim sosmed bekerja untuk menaikkan viewer media, viewer media amat sangat penting, karena viewer itulah yang membuat iklan membayar mahal. Tanpa viewer yang tinggi, mustahil media online bisa survive, apalagi sampai mampu menggaji orang yang bekerja di dalamnya. Maka setiap media online besar, selalu punya akun sosial media dengan liker dan follower yang banyak.

Sejak masih kuliah saya bekerja sebagai penyalur kontent, bersifat freelance. Pernah terikat dengan lembaga, namun akhirnya memilih freelance. Bagi saya, pekerjaan sebagai content writer itu tidak saja demi uang, tapi juga memacu diri saya sendiri untuk rajin membaca. 80% artikel yang saya buat tentang Female dan Psikologi. Pemahaman tentang dua hal itu, sedikit banyak memudahkan untuk membuat karakter tokoh ketika menulis cerpen atau novel.

Titik awalnya tentu dari Jurmalintar (Jurnalistik MAN Kota Blitar). Tidak hanya sebagai content writer, bekal ke-Jurnalistikan itu kemudian juga membuat saya menikmati posisi sebagai wartawan sungguhan, yang berkesempatan mewawancarai tokoh-tokoh sekelas Doktor dan Profesor. Pengalaman yang benar-benar memberikan input besar dalam hidup saya sendiri.

Kemaren (25/03/16) saya bertemu dengan lima anak Jurnalistik MAN Kota Blitar di Cafe House. Apakah saya masih ingat dengan Jurmalintar? Tentu masih ingat. Bahkan ingatan itu masih cukup lekat. Meski sudah enam tahun lulus dari MAN Kota Blitar. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa mereka tahu saya, mengingat jarak angkatannya lumayan jauh : enam tahun. Kami berdiskusi secara mengalir saja. Tidak ada topik spesifik. Mereka bercerita banyak hal tentang kondisi Jurnalis saat ini, serta hal-hal lain yang menyertainya.

Memang banyak hal baru yang disampaikan, termasuk sub/faq yang tidak hanya empat, tapi sudah berkembang menjadi beberapa. Bahkan ada sub/faq khusus Fotografi dan Blog. Dulu saya pernah membuat blog untuk Jurmalintar, alamatnya hampir mirip dengan blog yang sekarang. Blog sekarang alamatnya di Jurmalintar.blogspot.com kalau dulu Jurnalintar.blogspot.com.

Tapi bedanya, blog itu saya buat tahun 2007, ketika media online dan sosial media belum booming seperti sekarang ini. Blog dulu itu belum digunakan secara maksimal, hanya memposting beberapa foto. Karena di era dulu, fokus terbesar masih ke Majalah Cetak. Jadi semua berita dan foto-foto fokus ke majalah cetak. Semua dokumentasi foto ada di komputer di Jurnalistik, sebagian di flash disk saya, sebagian lagi saya posting di friendster. Tapi tiga-tiganya raib. Komputer rusak parah, flash disk saya rusak karena kecemplung bak cucian, friendster juga beralih fungsi. Sayang sekali, padahal jika masih ada, itu bisa dijadikan bahan nostalgia.

Blog hampir tidak tersentuh karena belum tentu dikunjungi orang, mengingat banyak yang masih belum tahu apa internet. Bahkan facebook pun Cuma segelintir orang yang tahu. Sekarang nuansanya beda, hampir semua anak punya sosial media, terutama yang karakternya individualis. Tidak hanya facebook, tapi juga ada BBM dan WA yang mudah sekali penggunaannya.

Mestinya dengan perkembangan yang ada, Jurnalistik bisa lebih eksis, para anggotanya juga lebih smart dan kreatif. Lebih santai karena fasilitas yang dipermudah, jaringan internet dan perlengkapan lain semisal gadget. Semuanya benar-benar Journalistc friendly.

Lebih eksis, karena kreatifitasnya lebih mudah tertampung. Dulu hasil liputan, atau hasil wawancara, baru bisa dibaca setelah Majalah terbit. Banyak berita yang akhirnya dibuang karena sudah basi. Banyak foto-foto yang tidak tertampung karena space majalah yang terbatas. Banyak artikel, opini, cerpen, puisi, dll yang tidak tertampung juga dengan alasan yang sama. Tapi sekarang ada sosial media, ada website/blog.

Di broadcast kendalanya selalu soal peralatan siaran, apalagi siarannya dibatasi setiap minggu sekali, padahal bisa saja memanfaatkan soundcloud atau Youtube, atau kalau mungkin periscope untuk mewadahi kreatifitas tersebut. Apa itu? silahkan dipelajari sendiri, generasi sosmed tentunya lebih paham dan lebih atraktif ketimbang saya yang generasi 3315.

Tapi merubah kebiasaan lama ke hal-hal baru memang tidak mudah. Saya tentu saja tidak mungkin menawarkan sesuatu yang lama untuk menyelesaikan masalah yang baru. Kita tidak bisa menyelesaikan permasalahan baru dengan cara-cara yang lama, begitu Kata Einstein.

Jika memang toh tidak ada lagi majalah cetak, ya beralih saja ke media online. Atau kalau perlu, dengan anggaran majalah, dibuatlah Aplikasi Android untuk Majalah An Natiq, apalagi sudah ada ekskul IT yang kini bekerjasama dengan Jurnalistik. Mau bagaimanapun, dunia memang berubah begitu drastisnya, siswa-siswi MAN Kota Blitar mungkin lebih sering membuka sosmed ketimbang Majalah. Jadi disanalah ruang baru. Bisa membuat fanspage atau group untuk menyebarkan ide/gagasan/berita yang terposting di Blog.

Dan yang perlu kita ingat, website/blog saat ini ekonomis sekali. Kita bisa menghasilkan uang dari situ, melalui iklan-iklan Google. Saya punya akun Youtube Adsense namanya Paguyuban Srengenge. Jadi, Paradigma kita memang harus berubah total. Tidak harus selalu minta uang dan menghabiskan uang sekolah (meskipun itu hak), tapi juga bisa menghasilkan uang dari program-program Jurnalistik itu. Hanya saja, personilnya harus disiapkan dan dilatih sedemikian rupa.

Saran saya juga, lebih baik sub/faq fotografi dan blog di merger jadi satu dengan Majalah. Buletin sudah tidak ada. Sub/faq lain, Broadcast dan Mading. Jadi secara garis besar sub/faq hanya ada tiga. Ini lebih efisien. Kinerjanya pun lebih ringan. Hasil fotografi bisa langsung di posting ke blog dan beberapa yang eksklusif di masukan ke Majalah. Jadi susunan redaksi blog dan majalah itu sama semua. Tinggal dipilih, mana berita/artikel yang tidak terkendala waktu, artinya bisa dibaca sampai kapanpun, dan mana berita yang momentual, yang sifatnya harian atau mingguan.

Berita/artikel yang tidak terkendala waktu bisa dimuat di Majalah, sementara yang momentual bisa di posting di blog, tentu beserta fotonya. Kalau begini lebih multifungsi. Nanti berita bisa di share di sosmed atau group-group MAN Kota Blitar agar dibaca banyak orang.

Begitulah kira-kira, selamat berjuang dan semoga sukses. Tulisan ini mungkin masih ada lanjutannya. (*)

Blitar, 25 Maret 2016
A Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini