Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content
Slide 1

Judul Slide 1

Deskripsi Slide 1

Slide 2

Judul Slide 2

Deskripsi Slide 2

Slide 3

Judul Slide 3

Deskripsi Slide 3

Ritus Kesunyian (39)



Mendengar suara deburan, Egar pun membalikkan badan dan terperanjat melihat Awan menceburkan diri dalam kolam, kolam itu cukup dalam untuk ukuran manusia, spontan, Egar pun berlari menuju kolam itu dan melihat Awan dengan berat mencoba berenang ke tepian, ia mendekati Awan dan menolongnya untuk naik.
“Kamu gila, apa yang kamu lakukan?” protes Egar.
Dengan tersengal-sengal Awan memperlihatkan buku krayon kecil itu, “Ini adalah benda yang sangat berharga untukmu, Gar,” ucap Awan sambil menahan sakit, sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan dadanya.
“Kamu tidak pernah memikirkan dirimu, kamu tahu jika penyakit jantungmu itu bisa saja kambuh.”
Awan tersenyum mendengar kata-kata Egar, sebuah kata-kata yang sangat sejuk untuk didengarkan. Dia tahu jika Egar tak seburuk yang dipikirkan banyak orang sekarang ini.
“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Egar.
Agak berat Awan mengeluarkan kata-kata, ia masih merintih sambil memegang dadanya, “Karena kamu ad...alah te...man,” jawabnya dengan terbata-bata. Tiba-tiba Awan merasa berat menyangga tubuhnya. Egar terlihat panik, lalu datanglah tukang kebun dan mereka membawa Awan ke UKS. Perlahan-lahan, kesadaran Awan mulai hilang.
“Teman?”
Egar terdiam sendiri di samping Awan yang masih tergeletak, dokter sekolah masih memeriksanya dengan seksama, sambil merenungi kata-kata Awan.
“Dia hanya kelelahan,” jelas Egar kepada dokter yang terlihat bingung memeriksa keadaan Awan.
“Bagaimana mungkin kalau hanya kelelahan dia bisa pingsan?” dokter itu masih mencoba mendiagnosa Awan. “Ada sesuatu yang dokter tidak tahu tentang dia, ada sesuatu di jantungnya,” lanjutnya.
“Dia punya penyakit jantung?”
“Dokter harusnya lebih tahu dari saya, heart valve disease, dia mengalami itu. dari luar, dia memang tidak nampak sakit,” jelas Egar.
Suasana hening sejenak, dokter itu mencoba memeriksa dengan seksama, sementara Egar mengamati buku krayon yang basah kuyup itu, ia ambil buku itu dan ia menatapnya lekat-lekat.
“Kenapa dia bisa melakukan hal ini? karena teman? Apa itu teman?” bathin Egar.
Tak lama kemudian terdengar suara gemuruh kaki berlarian, mereka dari kelas sebelas bahasa, ada juga beberapa Guru, mereka mendengar telah terjadi sesuatu dengan Awan, dan sesegera mungkin memastikan keadaannya.
“Awan.” teriak Fajar.
Satu per satu siswa mengerumuni Awan, namun Awan masih belum sadarkan diri. Egar hanya mengamati keadaan itu, karena banyaknya siswa yang masuk UKS, ia pun sedikit demi sedikit tergeser dari tempat duduknya, akhirnya ia beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kerumunan itu.
“Kenapa banyak sekali yang khawatir dengan dia?” bathinnya.
Saat berjalan, ia bersimpangan dengan Edo, mereka saling menghujamkan pandangan. Nampak tatapan kebencian dari mata Edo, namun Egar tak bergeming, ia terus berjalan tanpa mempedulikannya sedikit pun. Ia berniat kembali ke kelas, mengambil tas, dan pergi dari sekolah itu.

Comments