Mentari pagi menyapa Blitar dengan hangat, menerobos jendela penginapan tempatku menginap.
Hari kedua di kota Bung Karno ini, aku sudah janjian ngopi sama Lerian, teman SMA yang kini sudah berkeluarga.
"Ngapain sih harus di penginapan, kan bisa nginep rumahku?" protes Lerian lewat pesan singkat.
Aku tak mau merepotkan, dan sekaligus tak mau canggung karena nginep di rumah teman yang sudah berkeluarga. Tapi, Lerian bersikeras.
"Nggak usah sungkan, rumahku selalu terbuka buat kamu!"
Kami janjian ketemu di City Walk area Makam Bung Karno. Aku tak menyangka, tempat ini kini jadi pedestrian yang ramah pejalan kaki.
Dulu, saat masih SMA, kami sering nongkrong di sini, tapi hanya sebatas duduk di pinggir jalan, menikmati jajanan kaki lima, setelah berkunjung dari Perpustakaan.
"Wah, keren banget ya sekarang," ucapku, takjub melihat trotoar yang lebar, dihiasi lampu-lampu cantik, dan aneka penjual makanan dan minuman.
Lerian mengangguk, "Iya, sekarang jadi tempat favorit warga Blitar buat jalan-jalan sore dan malam."
City Walk Bung Karno ada di Jalan Kalasan dan Ir. Sukarno, satu kompleks dengan gedung Perpustakaan yang semakin megah.
Di sepanjang jalan ini, sudah banyak penjual, kedai-kedai pinggir jalan dan trotoar.
"Mau ngopi di mana?" tanyaku, mataku berbinar melihat berbagai pilihan tempat ngopi yang menarik.
"Di sana aja, di kedai kopi yang baru buka," jawab Lerian, menunjuk sebuah kedai kopi dengan desain minimalis dan lampu-lampu hangat.
Kami memesan kopi susu dan pisang goreng, lalu duduk di meja outdoor, menikmati suasana sore yang tenang.
"Kamu masih jomblo ya?" tanya Lerian, sambil mengaduk kopinya.
Aku terkekeh, "Iya, masih. Kamu?"
"Aku udah punya anak, udah jadi mama muda," jawab Lerian, matanya berbinar.
"Wah, keren banget! Udah punya anak berapa?" tanyaku, penasaran.
"Satu, namanya Kayla. Udah umur dua tahun," jawab Lerian, sambil mengeluarkan foto Kayla dari ponselnya.
Kayla, anak Lerian, tampak lucu dengan pipi chubby dan mata bulat yang indah.
"Lucu banget sih," pujiku.
"Iya, Kayla ini cerewet banget, tapi ngangenin," jawab Lerian, senyumnya mengembang.
Kami bernostalgia, cerita kehidupan masing-masing. Lerian menceritakan kesibukannya menjadi mama muda, sementara aku bercerita tentang kuliah dan mimpi-mimpiku.
"Kamu kok nggak pacaran sih?" tanya Lerian, penasaran.
"Nggak tahu, belum ketemu yang cocok aja," jawabku, sedikit gugup.
"Kamu harus lebih aktif, jangan cuma diem aja," kata Lerian, menepuk bahuku.
"Iya, iya," jawabku, tersenyum.
Kota Blitar malam ini tak terlalu dingin, namun juga tak gerah seperti Jakarta. Hawanya pas, maka tak heran jika banyak yang betah di Blitar, selain itu juga tak macet.
Kami berbincang sampai larut malam, dan aku merasa sangat nyaman berada di dekat Lerian.
"Kamu nginep di sini aja ya, biar nggak capek," kata Lerian, saat kami hendak berpisah.
Aku ragu, tapi akhirnya aku setuju.
"Oke, aku nginep di sini aja," jawabku.
Lerian tersenyum, "Bagus! Nanti aku siapin kamar buat kamu."
Saat aku sampai di rumah Lerian, aku disambut oleh Kayla yang sedang bermain dengan boneka beruangnya.
"Kakak, main yuk!" ajak Kayla, sambil mengulurkan tangan kecilnya.
Aku tersenyum, "Oke, kita main yuk!"
Aku menghabiskan malam itu dengan bermain bersama Kayla, dan aku merasa sangat bahagia.
Lerian, teman SMA-ku, kini sudah menjadi mama muda yang tangguh. Aku berharap, suatu saat nanti, aku juga bisa menemukan seseorang yang spesial dan membangun keluarga seperti Lerian.
Malam itu, aku tertidur dengan perasaan hangat dan bahagia.
"Terima kasih, Lerian," bisikku dalam hati.
Cerita Laras
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini