Berguru ke desa bendosari – Pujon (2)




Kami dibagi ke beberapa industri disana. Di hari pertama, saya mendapatkan kesempatan berkunjung ke home industri lampu hias. Mengintip pengerjaannya, dan sesekali membantu seadanya. Saya lebih sering menjadi pengamat, sesekali mencatat dan mendengarkan proses pembuatannya.

Hari berikutnya kami mendapatkan kesempatan melihat peternakan sapi perah. Melihat lebih dekat bagaimana cara memerah susu. Ternyata tak sembarangan, perlu posisi jari yang tepat agar tidak merusak puting susu sapi. Biasanya, para perternak sapi ini, memerahnya pagi-pagi sekali dan sore hari. Kata mereka, itulah waktu dimana sapi bereproduksi.

Selanjutnya, hasil perahan tersebut disetor ke tempat pasteurisasi. Desa bendosari telah bekerjasama dengan Netsle untuk pengolahan susu. Termasuk memanfaatkan kotoran sapi yang menjadi biogas. Hanya saja, tutur salah seorang peternak, butuh paling tidak enam ekor sapi untuk bisa menghasilkan biogas. Belum termasuk masa tampungnya di septic tank.

Rata-rata, hampir semua rumah di desa ini punya sapi perah.

Setelah berkunjung ke sapi perah, kami mengunjungi perkebunan tomat, dll. Jujur saja, pemadangan berada di perkebunan seperti itu,hanya sering saya jumpai di layar kaca. Kini saya merasakannya sendiri, namun sayangnya, pas moment ini saya kurang begitu maksimal karena harus kembali ke Malang Kota untuk suatu urusan. Perjalanan dari Pujon ke Malang Kota tentu bukan perjalanan yang dekat.

Karena itulah, saya kehilangan kesempatan untuk mengunjungi home industri pembuatan tusuk sate. Yang jadwalnya setelah kunjungan ke perkebunan.

Untungnya, saya masih bisa mengikuti kunjungan ke air terjun grojogan sewu. Melihat lebih dekat tenaga listrik micro hidro. Kami sempat berjalan-jalan menyusuri jalan setapak yang mirip hutan. Desa bendosari memang masih sangat asri, begitupun dengan sungainya.

Selebihnya, kami banyak menghabiskan waktu untuk bercengkrama, mengikuti acara-acara desa, dan mengajar ngaji. Yang membuat saya salut, sekalipun desa bendosari letaknya sangat tersuruk dan jauh dari pusat kota, tetapi ada sebuah perpustakaan kecil di dalamnya. Meskipun kondisi perpustakaan sudah sangat memprihatinkan.

Ketika kami mengajar mengaji, tetangga sebelah mengirimkan beberapa gelas kopi dan pisang goreng. Terasa betul nuansa keakraban di desa tersebut.

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini