Ahmad Fahrizal Aziz, Menulis sebagai Dedikasi dan Ekspresi Diri


Ahmad Fahrizal Aziz, seorang penulis dan esais yang telah memberikan warna pada dunia literasi di Indonesia. Lahir pada 10 Mei 1992, Fahrizal tumbuh dengan segudang mimpi, yang sebagian besar terinspirasi oleh kecintaannya pada seni, terutama musik. 

Namun, perjalanan hidup membawanya ke jalan yang tak pernah ia sangka, yakni menjadi seorang penulis.

Sejak kecil, Fahrizal telah menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada dunia musik. Ia bahkan sempat bercita-cita menjadi musisi profesional. 

Namun, mimpi itu mulai bergeser ketika ia duduk di bangku SMA dan aktif di ekstrakurikuler Jurnalistik. Saat itu, ia sering membaca majalah Rolling Stone yang membuka matanya pada dunia jurnalistik musik. Dari sana, lahir cita-cita baru: menjadi seorang jurnalis musik.

Namun, hidup kadang menawarkan realitas yang tak sesuai harapan. Fahrizal akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di jurusan keguruan, sebuah pilihan yang jauh dari dunia jurnalistik dan musik. 

Meskipun begitu, hasrat menulis yang sudah tumbuh sejak masa SMA terus membara. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Fahrizal kembali ke akar passion-nya: menulis.



Baginya, menulis bukan sekadar aktivitas, tetapi juga cara untuk mengekspresikan diri dan memberi makna pada pengalaman hidup.

Ketertarikan Fahrizal pada dunia esai mulai berkembang ketika ia sering membaca Majalah Tempo. Ia sangat terinspirasi oleh gaya penulisan Goenawan Mohamad, seorang esais legendaris yang juga pendiri Majalah Tempo

Goenawan dikenal karena gaya esainya yang reflektif, penuh metafora, dan kerap mengangkat isu-isu kemanusiaan serta sosial politik. 

Baginya, esai bukan hanya tulisan panjang, tetapi juga ruang untuk merenungkan realitas dengan mendalam.

Selain itu, Linda Christanty, seorang jurnalis dan penulis yang banyak menulis tentang konflik dan kemanusiaan, juga menjadi inspirasi besar bagi Fahrizal. Linda dikenal melalui karya-karya yang menggambarkan konflik sosial, kemiskinan, dan kemanusiaan dengan sudut pandang yang tajam dan empatik. 

Karyanya membuka mata Fahrizal bahwa tulisan bisa menjadi alat untuk berbicara tentang realitas yang sering luput dari perhatian.

Di dunia feature, Fahrizal mengagumi karya Rosihan Anwar dan Dahlan Iskan. Rosihan Anwar adalah seorang jurnalis senior yang dijuluki "Bapak Jurnalisme Indonesia". Ia dikenal melalui tulisan-tulisannya yang detail, historis, dan memiliki gaya narasi yang kuat. 

Bagi Fahrizal, Rosihan adalah contoh penulis yang mampu menghidupkan sejarah melalui tulisan. Sementara itu, Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos dan Menteri BUMN, menginspirasi Fahrizal lewat gaya menulisnya yang lugas, mudah dicerna, namun tetap tajam. 

Dahlan sering membahas isu-isu aktual dengan pendekatan personal, menjadikannya sosok jurnalis yang unik di mata Fahrizal.

Hingga kini, karya-karya Fahrizal telah diterbitkan di berbagai media, baik cetak maupun digital. Namanya bisa ditemukan melalui mesin pencari, yang mengarahkan pada sejumlah artikel dan esai yang pernah ia tulis. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Fahrizal lebih memilih untuk fokus pada blog pribadinya, www.jurnalrasa.my.id. Blog tersebut menjadi ruang eksperimen bagi minatnya terhadap musik, kuliner, dan film. 

Bagi Fahrizal, menulis di blog adalah bentuk "penyegaran" di tengah kesibukan kerja dan aktivitas organisasi yang ia ikuti.

Tak hanya berkarya secara individu, Fahrizal juga aktif menghidupkan komunitas kepenulisan di Blitar. Ia adalah salah satu pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) Blitar, sebuah komunitas yang bertujuan mengembangkan bakat menulis generasi muda. 

Selain itu, ia terlibat dalam beberapa komunitas lain seperti Komunitas Muara Baca, Paguyuban Srengenge, dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kabupaten Blitar. Salah satu program unggulan GPMB yang ia bantu jalankan adalah Suara Sastra, sebuah inisiatif untuk memperkenalkan sastra kepada masyarakat luas.

Baginya, komunitas adalah ruang berbagi yang sangat penting, tempat di mana penulis dapat bertukar ide, belajar, dan saling mendukung. Fahrizal percaya bahwa dunia literasi tak hanya tentang individu yang berkarya, tetapi juga tentang membangun ekosistem yang memungkinkan banyak orang untuk tumbuh bersama.

Meskipun aktivitas menulisnya sering kali harus bersaing dengan pekerjaan utama dan jadwal organisasi yang padat, Fahrizal selalu menemukan cara untuk tetap produktif. Menulis, baginya, adalah bentuk dedikasi dan ekspresi diri. 

"Ketika menulis, saya merasa hidup. Ini adalah cara saya untuk berbicara kepada dunia, berbagi apa yang saya rasakan, dan meninggalkan jejak," ungkapnya dalam sebuah kesempatan.

Melalui perjalanan hidup dan kariernya, Fahrizal telah membuktikan bahwa menulis adalah sebuah panggilan yang tak bisa diabaikan. Dari seorang anak yang bercita-cita menjadi musisi hingga menjadi penulis yang dihormati, ia telah menunjukkan bahwa passion yang tulus, meski sempat terabaikan, akan selalu menemukan jalannya kembali. 

Dengan dedikasi dan karya-karyanya, Ahmad Fahrizal Aziz tak hanya menginspirasi generasi muda di Blitar, tetapi juga pembaca di seluruh Indonesia.


📝 P1

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini