Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

FILOSOFI SANGKAN PARANING DUMADI




SANGKAN PARANING DUMADI, merupakan Filosofi Jawa, yang dalam bahasa Jawa, SANGKAN berarti asal muasal, PARAN adalah tujuan, dan DUMADI artinya yang menjadikan atau pencipta.

Jadi, yang dimaksud SANGKAN PARANING DUMADI adalah pengetahuan tentang “Dari mana manusia berasal dan akan kemana manusia itu kembali.”

Keberadaan manusia dan alam semesta merupakan ciptaan Sang Hyang Widhi, yaitu Dzat Pencipta Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Esa. Kelak pada akhirnya seluruh alam semesta akan kembali kepada-Nya.

SANGKAN PARANING DUMADI, dalam Filosofi Jawa mengajarkan bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan ini kita harus mendekati nilai-nilai luhur Ketuhanan. Nilai-nilai luhur Ketuhanan antara lain adalah jujur, adil, tanggung-jawab, peduli, sederhana, ramah, disiplin dan komitmen.

Sebagian orang mengidentikkan  SANGKAN PARANING DUMADI dengan Filosofi Islam: Inna Lillaahi wa Innaa ‘Ilaihi Raajii’uun, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.” Bacaan tersebut biasa diucapkan oleh umat Islam apabila mendengar kabar duka kematian atau pun musibah.

Dalam al-Quran, kalimat tersebut terdapat pada surat Al-Baqarah: 155-157, “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Tubuh manusia terdiri dari dua unsur, yaitu JASMANIAH berupa badan tubuh dan RUHANIAH sebagai isinya.

a. JASMANIAH sebagai materi benda diciptakan dari unsur alam, yaitu tanah, air, udara dan api (panas). Karena asalnya dari bahan sari pati alam, maka kelak jasmani akan kembali ke alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang udara kembali kepada udara, yang api kembali kepada api, dan yang air akan menyatu kembali kepada air.

b. RUHANIAH, yang di dalamnya terkandung Jiwa, merupakan sesuatu yang tidak berwujud materi, terdiri dari tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan hati/perasaan. Dari unsur-unsur itulah, manusia bisa melihat, mendengar, sedih, gembira, marah, benci, cinta, iba, kasih sayang, berfikir dan sebagainya.

"Kawruhana sejatining urip, urip ana jroning alam donya, bebasane mampir ngombe. Umpama manuk mabur, lunga saka kurungan niki, pundi pencokan benjang, awja kongsi kaleru. Umpama lunga sesanja, njan-sinanjan ora wurung bakal mulih, mulih mula mulanya."

 Artinya:

Tempat sejatinya hidup, hidup di alam dunia, ibarat perumpamaan mampir minum. Ibarat burung terbang, pergi dari kurungannya, tempat hinggapnya besok, jangan sampai keliru. Umpama orang pergi bertandang, saling bertandang, yang pasti bakal pulang, pulang ke asal mulanya.

Alam dunia ini diumpamakan seperti bersinggah ke suatu tempat atau mampir bertamu dan minum bersama. Artinya dunia ini selalu berubah dan tidak kekal. Seindah atau seburuk apa pun, itu selalu hanya sementara. Seseorang tidak bisa berdiam lama-lama dalam suatu persinggahan.

Di lingkungan Jawa dikenal istilah, "Urip iku mung mampir ngombe", "Hidup itu hanya singgah sejenak untuk minum."

SANGKAN PARANING DUMADI menjelaskan bahwa kita manusia pada hakikatnya akan berpulang ke rumah sejati. Peristiwa berpulangnya manusia ke rumah sejati inilah yang menjadi catatan. Sangkan Paraning Dumadi memiliki makna sebagai filosofi asal dan tujuan hidup.

Sangkan Paraning Dumadi adalah kembali pada diri sejati atau rumah sejati. Ini tingkat kedalaman batin yang murni, bebas dari konflik dan perubahan.

Jagad gumelar dalam hal ini adalah pikiran duniawi, yang memiliki ciri dualitas. Karena ada dualitas, maka ada positif dan negatif, ada hitam dan putih. Inilah dunia (jagad) yang kita kenali. Dan selanjutnya positif - negatif itu menjadi reaksi suka dan tidak suka. Inilah kecenderungan duniawi yang dirasakan manusia.

Manusia tentu berbeda dengan Sang Pencipta. Dalam istilah Jawa, Sang Pencipta atau Tuhan atau Allah, disebut GUSTI. GUSTI itu bermakna BAGUSING ATI. Hubungan antara manusia dan Gusti itu selalu baik dan bersifat vertikal. Manusia menyembah Gusti, dan selalu mengikuti petunjuk dari Gusti. Inilah makna sejati dari Manunggaling Kawula lan GUSTI.

Salam Rahayu 🙏
Wuryanano

Comments