Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Pak Amien dan Ganti Presiden

Benarkah Pak Amien Rais ikut dalam gerakan #2019gantipresiden yang ramai menjadi tagar di sosial media, dan bahkan mewujud dalam bentuk kaos dan bermacam asesorisnya?


Jika iya, toh itu sudah biasa. Sejak orde baru, Pak Amien Rais termasuk tokoh terdepan yang mengharap Pak Harto mundur, dengan 10 argumentasi kenapa Pak Harto, yang sudah 30 tahun lebih berkuasa itu, harus diganti.


Pak Amien Rais juga tokoh penting, meski keputusan bersifat komunal, atas diturunkannya Gus Dur dan diganti Megawati. Tentu ini peristiwa politik yang sangat bersejarah.


Namun seberapa kuatkah Pak Amien Rais untuk saat ini? Sepertinya masih kuat, meski barangkali tak sekuat waktu masih menjadi Ketua MPR RI, atau ketika menjadi Ketua Umum PAN. 


Basis akar rumputnya pun mungkin juga masih solid, salah satunya ketika Pak Amien mendapat otokritik dari salah satu kader partai baru, langsung ada barisan yang "berfatwa haram" memilih partai baru tersebut.


Bagaimanapun, Pak Amien Rais adalah legenda. Gelar sejarahnya pun sangat bergengsi, yaitu bapak reformasi. Pak Amien pada akhirnya akan terus disebut dalam sejarah Indonesia. Sebagai aktor peralihan era.


Sayangnya, Pak Amien Rais tidak pernah mulus dalam kontestasi pilpres, sekalipun namanya sangat terkenal, bahkan sampai sudut-sudut negeri, hampir semua kenal Amien Rais.


Pada pilpres 2004, ketika namanya masih berkibar, dan suasana reformasi yang masih menghangat, justru hanya sekitar 14,66% saja masyarakat yang memilihnya. Masih dibawah Bu Mega, Pak Wiranto, dan apalagi Pak SBY.


Padahal konstituen Muhammadiyah, konon hampir 30% penduduk Indonesia. Suara NU jelas terpecah ke Mega-Hasyim dan Wiranto-Salahudin. Meskipun mungkin ada beberapa yang ke SBY-JK, sebab JK juga representasi tokoh NU.


Saat pada akhirnya SBY terpilih, yang notabene berlatar TNI, orang banyak merenung, lantas reformasi macam apa yang diinginkan, kalau tokoh reformasinya saja, yang menjadi simbol peralihan era, justru mendapat dukungan yang tidak sampai dari seperempat rakyat Indonesia.


Akhirnya orang menyadari ada kesenjangan elit dan rakyat. Mungkin para elite atau para aktivis ingin rezim berganti, era berubah, namun rakyat masih merindukan sosok pemimpin militer, yang kuat, smiling seperti Pak Harto. Maka mulai bermunculan meme "penak jamanku to", dengan foto Pak Harto tersenyum sambil melambaikan tangan.


Pada pilpres berikutnya, SBY nyaris tak tertandingi, sekalipun berpasangan dengan figur yang tak masuk incaran survey. Dalam satu putaran saja, Mega-Prabowo dan JK-Wiranto bisa disisihkan. Kemenangan elektoral yang luar biasa, di atas 60%, dengan tiga pasang calon.


Lebih tinggi dari suara Jokowi-JK yang hanya unggul tipis dari Prabowo-Hatta.


Lalu apa juga makna dari ganti Presiden, dan seberapa berpengaruhkah figur Pak Amien Rais dalam gerakan ini?


Berbeda ketika Pak Amien Rais menghantam rezim orde baru, dan membuat argumentasi kenapa Pak Harto harus mundur dan rezim harus berganti. Kali ini gerakan #2009gantipresiden syarat tendensi, untuk memenangkan Prabowo.


Salah satu deklaratornya, Mardani Ali Sera dari PKS, juga bukan tanpa kepentingan. Ia masuk dalam radar cawapres Prabowo. Gerakan ini akan menjadi semacam "prestasi" yang mungkin jadi pertimbangan, apakah sosoknya layak mendampingi Prabowo.


Beda hal dengan suara-suara kritis sebelum 1998, yang nyaris tanpa tendensi kekuasaan. Orang keluar masuk penjara karena berbeda paham dengan rezim, kritik yang mereka suarakan bertaruh dengan moncong senapan atau sniper yang kapan saja bisa menembus dada atau kepalanya.


Tanpa tahu, apakah setelah semuanya berubah hidupnya akan lebih enak, atau justru tambah sengsara. Seperti para pejuang yang nyaman hidup dibawah kolonial Hindia-Belanda, yang bisa makan enak dan sekolah tinggi sampai eropa, namun justru terlunta-lunta di negaranya sendiri yang telah merdeka.


Pak Harto dengan kebesaran hatinya, sebenarnya sangat menyadari bahwa ia harus segera mengakhiri jabatannya. Namun dalam sambutannya, ia berujar : apakah setelah saya mundur keadaan akan menjadi lebih baik?


Sebagaimana dulu, kita berharap rezim berganti, tapi nyaris tak pernah bisa menerka apakah penggantinya akan lebih baik?


Hal tersebut terulang kini, ketika orang sibuk mengupas rezim, mengkritisi, dan menggalang gerakan untuk mengganti. Tapi kita secara sadar juga belum tahu apakah nanti penggantinya bisa lebih baik, apa gagasan darinya untuk memperbaiki kondisi negeri, apa kira-kira hal yang menyakinkan bahwa penggantinya nanti tidak justru lebih mengecewakan?


Pak Amien Rais sebagai King Maker, pelaku sejarah, orang yang pernah terlibat dalam sistem, tentu sangat memahami hal tersebut. Salam takzim dan hormat kepada beliau, dan berharap ada pencerahan publik agar tak sekedar mengganti, tapi benar-benar serius menguji penggantinya.


Agar kita lebih yakin, bahwa 2019 memang harus ganti Presiden.


Tabik,


Blitar, 13 April 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Comments