Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Perjalanan Menulis (bag. 25)




Bertemu Penulis Muda FLP Maliki


Sejak dibuka pendaftaran, ada sekitar 120 pendaftar. Yang datang ke OR, ada 70-an. Tidak semua mengikuti sampai selesai. Setelah dhuhur, peserta menyusut menjadi 50-an. Acara OR berlangsung di Aula Kelurahan Merjosari, dekat dengan Taman Sigha.

Banyak yang berjalan kaki menuju kesana, padahal jaraknya lumayan, meski tidak bisa disebut jauh. Jalan kaki sudah menjadi kebiasaan mahasiswa disini, terutama yang rantau dari luar provinsi atau malah luar Jawa.

Masa-masa awal menjadi mahasiswa, kaki saya beberapa kali mengalami keram, karena harus sering berjalan kaki, juga naik turun tangga. Apalagi setelah pindah ke kontrakan. Memang untuk sekali jalan, itu tak terlalu berefek, tapi jika harus bolak-balik 2-4 kali sehari, tentu lumayan menyita energi.

Namun ada dampak positifnya, tubuh menjadi lebih sehat. Betis menjadi lebih keras. Jalan kaki merupakan satu-satunya olahraga, mengingat tak ada waktu khusus untuk sekedar senam pagi. Kalau hari minggu, biasanya saya jalan kaki dari kontrakan ke lokasi Car free day. Jaraknya sekitar 10 km.

***
OR FLP Maliki menghadirkan tiga narasumber, Mahfuz (Ketua FLP Malang), Mas Hafidz Mubarak, dan Masdhar Zainal yang menyampaikan dasar-dasar menulis.

Acara dimulai pagi, sampai selepas ashar. Mereka kemudian dibuat dalam beberapa tim. Setiap tim berisi 5-10 orang, yang didampingi oleh 1 pengurus. Setiap tim memiliki ketua, ketua bertugas mengkoordinir anggota sekaligus menentukan jadwal pertemuan, setidaknya sekali dalam seminggu.

Pertemuan antar tim akan membahas materi kepenulisan. Bisa bersifat sharing, bisa juga mendatangkan pemateri. Kenapa dibuat tim? Agar efektif. Setiap dua minggu sekali, diadakan pertemuan akbar setiap ahad pagi, di bawah pohon rindang depan rektorat, yang kerap mendapatkan sebutan pohon seribu janji.

Namun setiap anggota harus melakukan monitoring kepenulisan untuk dirinya sendiri. Mereka mendownload sendiri monitoring tersebut di blog FLP Maliki dan mendapatkan tantangan untuk membuat satu tulisan satu hari, atau yang disebut program ODON (One day one note).

Mereka memposting sendiri tulisan ke blog, sampai blog menjadi ramai sekali. Bahkan belum ada sebulan sudah memiliki 3.000 viewer. Rumus menulisnya adalah “tulislah apa yang kamu fikir, jangan fikirkan apa yang kamu tulis”.

Beberapa anggota yang sangat bersemangat ber-FLP itu, bahkan sudah seperti teman sendiri, nyaris tak ada jarak. Meskipun yang benar-benar aktif akhirnya hanya belasan orang.

Beberapa dari mereka kemudian melebarkan tulisannya ke media massa, beberapa menerbitkan novel, mengelola media komunitas pesantren, dlsb.

Nama-nama yang masih saya kenang hingga kini antara lain adalah Fiqh Vredian, si anak jenius dari Banyuwangi, yang konsentrasi menulisnya ke nonfiksi, terutama bidang penelitian ilmiah.

Bahkan dulu saya sempat dikira mengkhususkan Fiqh, dibanding anggota lainnya. Mungkin karena sama-sama dari rumpun nonfiksi. Padahal selera bacaan kami sangatlah berbeda. Dalam beberapa hal kami bahkan sering bersilang pendapat. Fiqh adalah kader HMI yang berkultur NU, meski kemudian dekat dengan aktivis Muhammadiyah ketika terpilih menjadi 3 besar peneliti muda Maarif Institute.

Yang juga bersemangat adalah Mohamad Bastomi, lebih sering menggunakan nama Sere Wax untuk postingan di Blog FLP Maliki. Dia memang lebih banyak menulis cerpen dan puisi. Beberapa tulisannya di blog dikunjungi banyak orang, bahkan satu tulisan ada yang dikunjungi sampai 10.000 viewer.

Selain itu juga ada Fitria Sawardi, perempuan asal Madura, yang juga seorang Musyrifah. Ia benar-benar belajar menulis dari nol ketika bergabung dengan FLP Maliki, sampai akhirnya bisa menyelesaikan sebuah novel dan menerbitkannya. Usahanya begitu gigih.

Tentu masih banyak lagi yang lain, yang tidak mungkin diulas satu per satu. Rizza Nasir sendiri, meski kini lebih fokus ke bisnis kuliner, namun cerpennya sampai pernah dimuat harian Republika.

Selanjutnya, Pengurus dan Anggota baru membuat tiga proyek bersama. Proyek penerbitan antologi cerpen, proyek workshop tips jitu taklukkan media, dan OR II sebelum saya mengakhiri tugas sebagai ketua.

Tiga proyek tersebut berjalan mulus, sehingga kami punya sedikit dana untuk tasyakuran, setelah 20 bulan saya menjadi ketua FLP Maliki, beserta plus minusnya. Berbagai agenda besar yang berhasil dijalankan, justru merupakan inisiatif anggota baru. Peran Rizza Nasir sebagai sekretaris juga sangat besar.

Saya bahkan tidak tahu apa peran saya, meski secara struktur posisi sebagai ketua. Karena hampir setiap agenda besar, peran panitia begitu dominan. Baru setelah pergantian ketua, kata Fiqh, terjadi kekosongan yang entah bagaimana cara mendefinisikannya.

Blog FLP Maliki sudah memiliki ratusan ribu viewer. Namun denyutnya seolah terhenti semenjak beberapa bulan pergantian pengurus.

Sebelum tidur, biasanya saya menengok blog tersebut, dan kadang bertanya tanya, kenapa kok tidak ada yang baru?

Saya tidak berharap hal seperti ini terjadi. Tapi mau bagaimana lagi, barangkali itu bagian dari dinamika organisasi. []

Blitar, 31 Maret 2017
A Fahrizal Aziz

Comments