Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Gerakan Literasi di Blitar





Gerakan literasi belakangan mulai diperbincangkan, sejak banyaknya berita hoax, atau orang yang malas berfikir. Kata Carl Gustav Jung, Thinking is difficult, that’s why most people judge (berfikir itu sulit, itulah mengapa lebih banyak orang menghakimi).

Aku bersyukur bisa ikut gerakan semacam ini, meski dalam skala kecil. Di Blitar setidaknya sudah aku lakukan sejak masih Aliyah. Mulai dari aktif di ekstrakurikuler Jurnalistik Sekolah, sampai ikut serta mendirikan Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Blitar.
suasana diskusi kepenulisan di Perpustakaan Bung Karno

Kini, aku juga masih bantu-bantu di FLP Blitar, plus bersama Kang Khabib M. Ajiwidodo dan Kang Atim Pari Purnama, mengelola komunitas yang bernama Paguyuban Srengenge. Semakin komplit ketika Pak Basori Adi mengajakku masuk ke Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kabupaten Blitar.
acara launching cerpen di Aula PCNU Blitar

Disamping itu, kadang aku dan teman-teman lain membawa nama Komunitas Penulis Kota Blitar, meski itu hanya jaringan-jaringan saja, tidak ada bentuk secara struktural atau organisasi. Jaringan itu ada di sosial media, baik facebook, instagram, sampai blog.
acara bedah buku di Paguyuban Srengenge

Di Blitar barangkali ada banyak komunitas/gerakan literasi, terutama sekoci kecil yang ada di sekolah-sekolah. Ekstrakurikuler Jurnalistik, KIR, LPM (Lembaga Pers Mahasiswa), atau UKM Kepenulisan sebenarnya juga bagian dari gerakan literasi.

Aku sendiri sudah beberapa kali bertemu dengan aktivis LPM, seperti LPM Laun STIT Al Muslihun, LPM STIKIP, dan Unisba. Alangkah bagus sekali jika jaringan ini dikuatkan. Semoga kedepan bisa terwujud.

Selain itu aku juga tahu ada perpustakaan pijar, yang biasanya menggelar lapak-lapak buku yang bisa diakses oleh anak-anak. Kudengar pendirinya bernama Kelana Wisnu, dan aku kenal juga dengan Ratna Haryani. Dia yang aktif kampanye membaca, selain itu juga ahli meracik kopi dan mengelola cafe bernama Philokofie.
diskusi kepenulisan di Philokofie

Di cafe itu pula ada buku-buku yang bisa dipinjam siapapun. Aku sering meminjam disana. Setidaknya setiap hari ahad aku berkunjung, selain mencicipi kopi, juga diskusi dengan teman-teman penulis lain.

Aku kira gerakan literasi memang harus digalakkan. Apalagi di Blitar sudah ada Perpustakaan Bung Karno yang koleksinya lumayan banyak. Yang terpenting juga ialah, bagaimana menimbulkan kesadaran membaca. Menumbuhkan minat membaca. Terutama membaca buku.

Karena perkembangan smartphone, orang jadi jarang membaca serius. Logikanya kurang terasah. Mudah digempur oleh isu-isu yang dihembuskan dari sosial media, terutama dari WA. Kadang orang posting sesuatu yang ia sendiri tak membacanya dengan teliti. Setelah ditanya, jawabnya copas dari group tetangga.

Sebagian orang berfikir membaca tanpa tujuan tertentu sangatlah membosankan. Tragisnya malas membaca kadang juga menyerang pelajar dan mahasiswa, kaum akademisi yang harusnya berada pada garda terdepan dalam urusan membaca.

Sementara orang juga masih bertanya apa kira-kira manfaat membaca. Apa bisa mendatangkan uang? Disinilah problem akutnya, karena segala hal disandarkan pada kepentingan ekonomi. Mungkin juga karena kebutuhan ekonomi meningkat, sehingga waktu tersita banyak untuk mencari uang.

Aku sudah menulis beberapa artikel tentang manfaat membaca, sebagian aku posting di blog dan media lain seperti kompasiana. Terutama yang terkait bacaan sastra. Sekiranya berkenan bisa search di google dengan kata kunci “manfaat membaca novel” atau “pentingnya membaca cerpen” dsj. []

Blitar, 27 Januari 2017
A Fahrizal Aziz

Comments