Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Nonton Metro tv sambil makan Sari Roti





Belakangan boikot demi boikot terus berlangsung. Di WA, jauh-jauh hari ramai gerakan memboikot Metro Tv. Katanya, televisi itu anti Islam, atau tidak berpihak terhadap Islam. Saya bahkan bingung, apa maksud dari anti Islam tersebut? apa iya ada televisi yang secara fulgar menyatakan anti Islam, di negara yang mayoritas penduduknya Muslim?

Kalau harus diboikot karena tidak sejalan dengan ajaran Islam, mungkin sedikit logis. Tapi, manakah televisi yang benar-benar sejalan dengan ajaran Islam? Katakanlah ajaran Islam soal aurat, hampir semua televisi pernah menayangkan perempuan atau lelaki yang terlihat auratnya. Malah hal-hal semacam itu jadi daya tarik tersendiri untuk mendongkrak rating.

Lalu apa, soal kualitas program? Hampir semua televisi punya program yang bisa kita kritik kualitasnya, atau malah tidak berkualitas sama sekali. Atau televisi tersebut berpihak pada kepentingan politik tertentu? Itu sudah cerita lama, beberapa televisi yang dimiliki tokoh tertentu, selalu dijadikan kepentingan politik.

Saya tidak mau ikut-ikutan boikot. Bukan berarti saya tidak membela agama saya. Hanya, ketika metro tv membuat tayangan soal Nasdem, atau Ahok, saya akan langsung ganti channel. Kenapa? Ya kita tahu sendiri lah. Tapi untuk acara lain, yang sekiranya memberikan input positif, seperti Kick Andy atau idenesia, saya akan tetap nonton.

Toh televisi hanya media, kita yang memilahnya. Mana acara yang bermutu, mana yang tidak. Terkait metro tv, kita harus adil juga dalam memandangnya. Mungkin ada program-program yang menyebalkan, terlalu memihak, atau sejenisnya. Tapi kita juga apresiasi program-program yang memberikan manfaat. Harus memandang dari berbagai sisi. Tidak boleh tertutup dan emosional.

Begitu pun dengan klarifikasi yang baru saja diterbitkan Sari Roti terkait aksi 212. Sisi emosi lagi-lagi muncul. Padahal memberikan klarifikasi adalah hak bagi siapapun. Seolah-seolah segala hal harus sejalan dengan kehendak kita. Dulu ramai-ramai boikot produk Israel, atau yang pemiliknya keturunan Yahudi. Karena dalam fikiran kita, kaum Yahudi lah yang menindas Palestina yang Muslim. Ternyata tidak semua penduduk palestina itu Muslim.

Sekarang mau boikot sari roti, yang menurut saya salah satu produsen roti paling enak saat ini, meski harganya sedikit mahal. Kita pun tidak tahu berapa banyak orang yang bekerja dibawah sari roti, termasuk para pedagang kelilingnya. Sebagian besar dari mereka bisa jadi Muslim, yang harus menafkahi keluarga. Kepentingan sari roti adalah jualan/bisnis.

Jika diteruskan, kita hanya akan jadi masyarakat yang selalu anti ini itu, tanpa mau lebih kritis dan terbuka melihat sisi yang berbeda. Kita hanya akan dipolarisasi, seperti bebek yang digiring kesana kemari. Mau menonton metro tv atau tidak, mau makan sari roti atau tidak, itu soal selera saja. Atau mau nonton metro tv sambil makan sari roti, itu hak bagi siapapun. Tidak ada yang boleh mengomentari kualitas keimanan seseorang, karena itu bukan hak manusia.

Ambil sisi positifnya, buang sisi negatifnya. Tidak perlu boikot memboikot. []

Blitar, 7 Desember 2016
A Fahrizal Aziz

Comments