Meskipun Pemerintah tengah gencar melakukan pemblokiran situs porno, namun tetap saja ada yang masih bisa diakses. Selain karena mungkin jumlahnya yang terlalu banyak dan akhirnya luput dari perhatian Pemerintah, beberapa situs porno memang memiliki lisensi. Artinya, tidak mudah untuk melakukan pemblokiran situs porno yang back up-nya sangat kuat.
Sebagian video yang disajikan, bahkan bisa dengan mudah di download melalui aplikasi download yang tersedia secara luas seperti IDM. Untuk itu, memang sangat susah untuk membendung arus bokepisasi semacam itu.
Point utamanya adalah moral masing-masing. Apalagi, anak-anak sekolah yang masih mengalami pencarian jati diri tersebut, kini sudah memiliki gadget canggih yang bisa menyimpan video-video semacam itu. Ditambah semakin murahnya biaya kuota internet yang disajikan operator.
Menurut para Psikolog, awal mula mereka mengoleksi film semacam itu adalah faktor penasaran. Misalkan, anak SD yang sudah mengakses film atau video semacam itu, awalnya murni keingin tahuan. Mereka belum memiliki “kesadaran seksual” karena organ seksualnya memang belum terbetuk secara sempurna.
Namun jika dibiarkan bisa menjadi bom waktu ketika mereka menginjak usia remaja, biasanya menginjak usia SMA. Ini adalah fase awal dimana organ seksualnya mulai terbentuk. Mereka mulai merasakan “mimpi basah”. Akhirnya, ketika mereka mengakses video atau film blue, sudah bukan faktor penasaran, namun sudah menjadi sensasi dan fantasi.
Lelaki yang menonton video itu, memiliki fantasi bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan lawan jenis, berfantasi bagaimana nikmatnya melakukan penetrasi hingga mencumbu lawan jenisnya. Fantasi ini bisa mempengaruhi pola pikirnya dan selanjutnya mempengaruhi secara moral. Pengaruh yang paling responsif adalah melakukan onani.
Begitu pun dengan perempuan remaja yang masuk usia dewasa. Ketika melihat video atau film blue, ia berfantasi tentang nikmatnya disetubuhi lelaki. Fantasi itu menimbulkan sensasi tersendiri. Kebahagiaan dalam pikirannya. Efeknya juga bisa mepengaruhi moralnya. Pengaruh yang paling responsif adalah melakukan masturbasi.
Tapi kadang orang tua terlalu cemas. Tidak perlu cemas. Karena hubungan seksual itu bukan sesuatu yang salah. Yang salah adalah waktu dan dengan siapa melakukannya. Jika dilakukan sebelum nikah, dan berganti-ganti pasangan. Itu yang menjadi soal.
Jadi, bagi laki-laki atau perempuan yang punya fantasi seksual semacam itu, bisa dengan tenang melampiaskannya dengan suami dan istri. Tapi kalau yang belum menikah dan masih pelajar? Ini yang repot.
Yang terpenting dari itu semua adalah kemampuan mengontrol diri. Kontrol diri itu muncul dari kesadaran pribadi, dan juga dari pendidikan, terutama Pendidikan Agama. Pendidikan juga mengajarkan bagaimana manusia memandang sesamanya. Tentu tidak lelaki tidak sekedar memandang perempuan sebagai partner seksualnya. Namun lebih dari itu.
Kemampuan mengontrol diri erat kaitannya dengan wawasan yang dimiliki anak tersebut. Wawasan yang dimaksud tidak cukup dari bangku sekolah yang serba formal dan sistemik. Wawasan bisa didapat dari teks-teks kebudayaan seperti sastra. Kenapa sastra? Karena sastra secara tepat membidik logika dan perasaan seseorang. Ketika logika dan perasaan dibidik, itu akan mampu mempengaruhi pola pikir dan sikap seseorang.
Selain sastra, olah raga juga menjadi faktor penting sebagai bentuk kontroling. Mereka yang punya kebiasaan olah raga, selain sebagai hobi, juga memiliki kesadaran menjaga kesehatan yang lebih baik. Itu juga berdampak pada aktivitas lain. Mereka akan cenderung menghindari hal-hal yang tidak sehat seperti free seks.
Ingat. Sebagian besar mereka yang terjebak dalam perilaku free seks adalah mereka yang punya waktu luang dan minim aktivitas diluar sekolah seperti ekskul dan organisasi. Mereka juga jarang punya hobi yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari perilaku tersebut.
Tentunya, mengandalkan Pemerintah agar menutup semua situs porno tidaklah cukup, karena sangat susah untuk melakukan hal itu. Yang terpenting adalah mengajarkan anak bagaimana kontrol diri, salah satunya melibatkan mereka pada kegiatan sosial, hobi, minat, dll. Namun jangan juga dipaksa. Karena pemaksaan tidak selalu membuahkan hasil.
Semoga bermanfaat. (*)
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini