Ketika PAN memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Pemerintah, harusnya bukan sosok Amien Rais lagi yang diperbincangkan. Memang, Pak Amien adalah salah satu pendiri PAN yang perannya sangat besar dalam Partai berlambang Matahari itu, namun formasi PAN sekarang ini berbeda. ketua DPP-nya adalah Pak Dzulkifly Hasan, dan ketua MPP-nya adalah Pak Sutrisno Bachir.
Suasana emosional sisa pilpres yang lalu memang belum reda, bagaimanapun juga, PAN pernah mengusung ketua umumnya sebagai cawapres. Untuk itu, semestinya, PAN menjadi Partai oposisi yang kuat, sebagaimana Gerindra. Namun, berbeda dengan Geridra, PAN adalah Partai yang formasinya selalu berubah-ubah setiap lima tahun sekali, dan perbedaan di internal juga sering terjadi.
Dahulu, ketika Pak Hatta Radjasa menjadi ketua DPP dan sekaligus Menko Perekonomian, Pak Hatta adalah regulator utama naiknya harga BBM. Wacana kenaikan BBM itu sendiri ditentang oleh Pak Amien Rais yang tengah menjabat ketua MPP. Bahkan dibeberapa media sempat ditulis ada “Matahari kembar” PAN.
Tidak hanya itu, dalam pilpres yang lalu, Mantan ketua DPP-nya, Pak Sutrisno Bachir, adalah salah satu relawan Jokowi-JK. Bahkan Pak Trisno memimpin sendiri kekuatan relawan yang dinamakan relawan matahari. Justru sosok Pak Dzulkifly sendiri cenderung moderat.
Yang menarik, baik Pak Dzul yang moderat, Pak Hatta dan Pak Amien yang berseberangan dengan Jokowi-JK, atau Pak Trisno yang berada dikubu Jokowi-JK, bisa duduk bersama dalam forum Munas PAN. Pak Dzul dan Pak Hatta bersaing menjadi ketum DPP yang akhirnya dimenangkan Pak Dzul, sementara tanpa persaingan, Pak Trisno maju dan terpilih secara aklamasi sebagai ketua MPP.
Agaknya kita memang harus sedikit berbeda memandang dinamika politik di internal PAN sendiri. Sosok Pak Amien yang katakanlah “Big Father”-nya PAN, tentu berbeda dengan Bu Mega di PDIP, Pak SBY di Demokrat, Pak Wiranto di Hanura, atau Pak Prabowo di Gerindra. Pak Amien memang sosok yang kuat dan sangat dikenal dalam PAN, tapi secara legowo sering kali Pak Amien memberikan ruang terbuka bagi kader atau pengurus lain untuk berbeda dengannya.
Mungkin banyak yang tidak suka dengan gaya Pak Amien, tapi saya justru menangkap hal lain. PAN termasuk salah satu Partai yang sangat menghargai perbedaan, meskipun di dalamnya ada tokoh yang sangat kuat seperti Pak Amien Rais. PAN adalah laboratorium kecil dari demokrasi kita, meski tidak menggunakan kata “demokrasi”. Berbeda dengan Partai yang ada kata “Demokrasi”, namun terkesan sangat monarki.
PAN telah berhasil “Move on” dari Big Fathernya, dan PAN juga telah berhasil “Move on” dari mitos koalisi permanen. Saya kira kita benar-benar diajarkan banyak hal pada pilpres 2014 yang lalu. Koalisi tanpa syarat dan koalisi permanen yang seolah menjadi fakta, ternyata hanya mitos. Kita tidak tahu apakah ada lagi fakta-fakta lain yang kemudian menjadi mitos.
Sekarang, Koalisi Pemerintah lebih kuat dari Oposisi. Setelah PPP kubu Romy, lalu Golkar kubu Agung Laksono, kini PAN secara institusional memilih untuk menjadi pendukung Pemerintah. Tentu saja PAN tidak bisa dianggap remeh, karena ketua Umumnya adalah ketua MPR yang memimpin dua lembaga Legislatif (DPR dan DPD).
Dibanding partai yang lain, dalam pertarungan Politik tahun ini, PAN terlihat paling lincah dan kalkulatif. Jurus-jurusnya terbukti manjur sebagai ‘penentu’ dan bukan sekedar ‘pembantu’. Kedepan, Pemerintah tidak perlu risau lagi soal Politik internal. Koalisi sudah kuat. Tinggal fokus kerja ..kerja.. dan kerja..
Blitar, 3 September 2015
@fahrizalaziz22
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini