Jalan memutar dari Revi ke Refo


suasana forum DAD Revivalis (mengintip)

Pagi itu (15/11/14) saya sarapan soto ayam lamongan di bumiaji, sambil menanti Yusuf Hamdani mengisi materi ke-IMM-an di DAD komisariat Revi(valis). Minggu ini, dua komisariat IMM UIN Malang mengadakan DAD, satunya Refo(rmer) yang melaksanakan DAD di balai desa tawangargo karangploso Malang.

Malam sebelumnya, saya sudah berkeliling ke Revi dan Refo. Berkendara menyusur jalanan kota batu, lewat alun-alun yang modern itu, bersama Fajrin dan Luthfi. Singgah di Masjid Alfurqon Kota Batu, tempat acara DAD Koms. Revivalis. Disana, ada sepuluh peserta. Fajrin menjadi pembuka acara, dan saya hanya mengantarkan, sambil sesekali memotret suasana.
mampir makan nasi goreng dulu

Kali ini, saya mengunjungi DAD sebagai “pengunjung biasa”. Bukan sebagai pembuka acara, bukan sebagai pemateri, ataupun pimpinan cabang. Sekarang saya murni sebagai domisioner. Saya jadi teringat kembali masa-masa menjadi panitia dan instruktur. Meskipun terakhir, saya kembali menjadi instruktur LID setelah –sekian lama—tak berkutat dalam ikatan. Saya resign dari kesibukan di IMM bulan maret. 8 bulan yang lalu.

Namun saya masih tetap berbagi banyak hal dengan teman-teman IMM. Entah berbagi melalui tulisan sederhana seperti ini, atau menghadiri kajian dan undangan menjadi pemateri DAD.

Saya mengikuti DAD akhir tahun 2009, dan mulai menjadi instruktur akhir tahun 2010. Kala itu, pesera DAD hanya lima orang. Tentu ada rasa sedih, kecewa, dan frustasi. Psikologis forum pun jadi berbeda ketika pesertanya sedikit. Ketika saya ikut DAD, jumlah pesertanya hanya 7 orang. Sebagai peserta, tentu ada rasa tak nyaman pula.

Saya pernah merasakan dua-duanya. Menjadi peserta dan instruktur. Merasakan tak nyamannya DAD dengan jumlah peserta sedikit, dan sedihnya menjadi instruktur dengan jumlah peserta tak seberapa.

Mungkin saja, perasaan itu juga dialami oleh pengurus, instruktur sekaligus panitia DAD komisariat Revi maupun Refo. Di satu sisi, semangat para ‘penggerak’ ikatan ini tengah menggebu-gebu. Semoga saja, penurunan kuantitas kader ini tidak menjadi alasan serius untuk ‘kehilangan semangat tersebut’.

Begitupun yang pernah saya alami tahun 2009 dan 2010. Terlalu dini pula untuk menilai bahwa penurunan kuantitas tersebut akan berimbas pada penurunan kualitas.

Tahun 2009, dari (hanya) tujuh peserta, bisa melahirkan ketua komisariat, Korkom dan Cabang. tahun 2010, yang (hanya) lima peserta, bisa melahirkan ketua komisariat, korkom, dan pimpinan cabang.

Kalian tentu tahu siapa yang saya maksud. Ialah sahabat saya Rasikh Adila dan Yusuf Hamdani. Ada juga adik angkatan saya, Farikh, Fajrin, dan Robi. Mereka adalah sedikit dari yang sedikit itu.

Akhirnya, setelah menemani Fajrin membuka DAD koms. Revivalis, kami memutuskan untuk belok ke kiri, menuju balai desa tawangargo tempat DAD Reformer. Meskipun kami harus memutar jalan terlebih dahulu untuk mencari makan malam, dan singgalah kami di warung nasi goreng sederhana di pinggir jalan.

Sampai jumpa di DAD Reformer nanti, saya akan mengisi materi Logika Berfikir (lagi).

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini