Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Kemah Kepenulisan di Kota Batu




Perjalanan Menulis (bag. 6)

Setelah naik kelas XII, dan lepas dari segala aktivitas organisasi ekstrakuriker. Fikiran saya agak longgar. Meskipun banyak yang menyebut bahwa kelas XII adalah masa menegangkan karena dihadapkan pada ujian kelulusan. Tapi mengurus organisasi seperti Jurmalintar juga tidak kalah memusingkan, apalagi yang memiliki empat divisi yang harus eksis secara bersamaan.

Hampir semua koordinator divisi mengharapkan ketua hadir dalam pertemuan khusus divisi. Memang ada dua pertemuan setiap minggunya, selain pertemuaan umum setiap hari sabtu, juga pertemuan tiap divisi yang berbeda hari. Itu berarti, dalam enam hari waktu aktif, lima harinya saya harus ada dalam pertemuan.

Sampai suatu ketika saya beberapa kali tidak bisa menghadiri pertemuan divisi mading, dan muncullah protes. Suasana semacam itu cukup merisaukan bagi anak remaja kala itu, suasana yang serba penuh perasaan. Terlebih sebagian besar anggota Jurmalintar adalah perempuan.

Menjadi ketua Jurmalintar dahulu sungguh menguras fikiran, sekaligus perasaan.

***
Pertengahan 2009, ada undangan writing camp FLP Jatim di Kota Batu. Dari FLP Blitar dikirim saya dan Jega Arufa (anggota FLP yang setahun lebih muda dari saya, siswa SMAN Talun). Meski namanya Jega, tapi dia perempuan. Saya pernah bertanya kepada Pak Naba’ (Ayah Jega), yang juga sering hadir dalam pertemuan FLP Blitar. Kata beliau, Jega itu berarti Jericho Gaza.

Jujur, sampai sekarang saya belum tahu apa maksud dari “Jericho Gaza” tersebut. Nama Jericho sebenarnya tidak asing, karena dulu saya suka sekali menonton Smack Down. Ada salah satu pegulat dengan karakter menyebalkan bernama Chris Jericho. Pegulat favorit saya kala itu adalah Triple H. Meski yang paling populer adalah The Rock.

Waktu itu semua ujian akhir sekolah untuk kelas XII sudah selesai, bahkan ujian SNMPTN jalur tulis juga sudah saya jalani. Tinggal menunggu pengumuman. Karena yang lain sibuk, maka kami yang masih berstatus pelajar/pelajar akhir ini  yang dikirim. Mbak Gesang Sari selaku ketua FLP Blitar menjelaskan, bahwa salah satu pemateri yang datang adalah Bu Sirikit Syah, kritikus media yang  terkenal. Hal itu membuat semangat meluap-luap.

Salah satu materi yang akan diberikan adalah materi non fiksi, terutama menulis opini. Ini menarik, karena selama di FLP, karya fiksi begitu mendominasi. Nama Bu Sirikit Syah ternyata memang cukup terkenal sebagai Jurnalis yang sudah melanglang ke berbagai media, termasuk kolumnis di The Jakarta Post.

Berangkatlah kami dengan kereta api subuh jam 04.25 dari stasiun Blitar. Saya kira Jega akan naik dari Talun, karena lebih dekat ke Talun daripada harus ke Kota.

Sekitar pukul 07.30 kami sampai di stasiun Kota Baru. Meski jarak Blitar-Batu tidak begitu jauh, namun saya jarang sekali kesana. Terakhir mungkin kelas 5 SD. Sehingga kami harus bertanya sana-sini untuk sampai lokasi.

Dari stasiun Kota baru kami naik angkot ADL menuju terminal Landungsari, baru kemudian naik Bus jurusan Jombang. Panitia meminta kami berhenti di perempatan besar setelah TMP, atau jalan menuju Pujon. Lokasi villanya agak kedalam, dan sedikit naik. Tidak ada angkutan umum yang menuju kesana, kami pun dijemput dengan mobil oleh panitia.

Lokasinya begitu asri, dekat dengan hutan pinus. Meski sudah jam 10 pagi, namun hawa dingin masih terasa. Tempat itu bernama Villa Hidayatullah. Di dekatnya ada sekolah yang menurut beberapa informasi, termasuk sekolah maju.

Kami disambut oleh beberapa orang, seperti Pak Fariz Khoirul Anam, ketua FLP Malang. Juga ada Masdhar Zainal, yang tahun itu menjadi panitia. Ketua panitia dalam acara itu adalah Mbak Fauziyah Rachmawati yang sekarang sebagai Wakil Ketua FLP Jatim. Beberapa peserta antara lain Mas Rafif Amir Ahnaf (kini ketua FLP Jatim) dan Rosyid Ridho, yang kini terkenal sebagai penulis resensi.

Pada pertemuan tersebut saya juga baru tahu betapa banyak nama familiar yang ternyata adalah nama Pena. Mas Rafif Amir Ahnaf ternyata adalah nama Pena, nama aslinya Luqman Hakim. Masdhar Zainal pun juga nama pena.

Apa nama Sirikit Syah juga nama pena? Insyaallah pada catatan berikutnya akan ditulis sekilas materi yang diberikan Bu Sirikit Syah, terutama terkait dengan berita dan opini. []

Blitar, 11 Maret 2017
A Fahrizal Aziz

Comments