Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Awal Mula Bergabung dengan IMM


Catatan 1
Sejarah Kecil sebagai kader IMM (2009-2013)

Pertengahan 2009 saya menghubungi salah satu alumni MAN Kota Blitar (Sekarang MAN 2 Blitar) yang sedang menempuh studi di UM. Kakak alumni tersebut bersedia membantu, terutama penginapan, kepada adik angkatannya yang hendak melanjutkan studi ke Malang.

Betapa baiknya kakak itu, sampai beberapa kali saya ditanya menginap dimana, termasuk ketika sedang ada ujian mandiri di UM. Kebetulan karena waktu itu saya hanya mendaftar SNMPTN (sekarang SBMPTN tulis) dan lolos, sehingga teman lain merangkap berbagai jalur pendaftaran untuk jaga-jaga seandainya tidak lolos seleksi negara.

Sebelumnya, saya tinggal selama kurang lebih seminggu di kontrakan, yang juga sekretariat HMI Komisariat Ekonomi UM. Lokasi ujian saya berada di Universitas Gajayana, namun diterima di UIN Malang.

Lokasi kontrakan tersebut berada di belakang UM, hanya sekitar 100 meter jalan kaki dari Matos. Masih wilayah sumbersari. Sekarang jalannya tentu lebih tertata karena sekaligus menjadi jalan masuk menuju stadion UM. Apakah kontrakan itu masih menjadi komisariat, saya juga tidak tahu.

Sebagai organisasi, HMI begitu familiar, barangkali paling familiar dibanding yang lain, terutama jika sering membaca buku-buku pemikiran. Hampir semua tokoh yang pernah berafiliasi di HMI, selalu mencantumkannya di halaman profil, atau biografinya. Terpercik kebanggaan tersendiri sebagai kader atau tokoh HMI.

Karena diterima di UIN, maka saya berpamitan sekaligus mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam karena diperkenankan tinggal di kontrakan, beserta diskusi dalam beragam hal, tidak saja tentang perkuliahan, tapi juga dunia aktivisme yang penuh gejolak.

***
Di UIN Malang, sebelum mendapatkan kamar asrama, saya sempat ditampung sehari di kontrakan mas Wahyudi, biasa saya memanggilnya akhi, sebab setahun berikutnya mas Wahyudi terpilih menjadi ketua KAMMI Komsat UIN.

Betapa baiknya mas Wahyudi, bahkan ketika saya sakit beberapa hari di asrama dan tidak bisa mengikuti Opak (ospek) ia menjenguk dan membawakan obat. Padahal perkenalan kami tak begitu lama, hanya karena sore itu saya dan beberapa teman terlantar karena sistem eror, sehingga pembagian kamar tidak tuntas hari itu juga.

Tiga bulan menjadi mahasiswa baru, saya dan Ali Abraham (adik ipar Pak Widjianto Dirja) berjalan sekitar kampus yang mirip pasar tumpah, tapi bukan menggelar barang, melainkan menggelar brosur organisasi. Berbagai organisasi memasang berdera dan menggelar tikar, termasuk IMM. Ada tiga stand IMM yang berdekatan.

Memang ada tiga komisariat, dimana setiap komisariat mewakili 2 fakultas. Sementara jumlah fakultas (2009) ada enam. Mulanya hanya meengantarkan Ali mendaftar ke IMM, namun ketika duduk di karpet, terjadi sedikit dialog dengan penjaga stand, yang tentu adalah senior. Namanya Mbak Faradibah Anggraini dari Gresik dan Muthmainah dari Bima, NTB. Karena memang belum mendaftarkan diri ke OMEK manapun, maka saya ikut menuliskan nama di buku pendaftaran. IMM kala itu teramat asing bagi saya, sama asingnya dengan PMII.

Kala masih Aliyah memang pernah bersinggungan dengan IPM (yang waktu itu bernama IRM) dalam beberapa kajian bersama FKI Rohis tingkat SMA di Kota Blitar. Kebetulan karena saya penggerak rohis juga di sekolah. Ikut Liqo' juga di salah satu rumah Ust. Pembina yang saya tahu berafiliasi dengan PKS.

Rohis yang saya kira dulu ya tak jauh beda dengan Muhammadiyah, terutama dalam fiqh ibadah. Baru kemudian saya memahami "fiqh serumpun" termasuk Salafiyah. Bedanya paling tajam dan kentara ada pada harakah (gerakan).

Beberapa teman di rohis yang saya kenal sejak sebelum bergabung dengan rohis, nampak mengalami perubahan drastis dalam berfikir, berpakaian, sampai beribadah. Fikiran sederhana saya mengira IMM tak jauh beda dengan ini. Karena itulah, pada sesi materi Ke-Muhammadiyahan waktu DAD, saya banyak bertanya, sampai-sampai moderator terpaksa harus menyudahi karena dialog sambung menyambung dengan peserta lain, sementara durasi telah habis. []

28 Agustus 2017 
Ahmad Fahrizal Aziz

Comments