Karya Sosial




Bergabung dalam sebuah organisasi, atau suatu kelompok sosial, adalah cara berkontribusi yang efektif, ketika ada hal-hal yang masih belum bisa kita lakukan secara individu.

Misalkan, ketika hendak membantu orang lain, sementara kita mengalami keterbatasan dana, bisa kita lakukan melalui kelompok sosial. Entah dengan penggalangan dana, menjaring pendonor, dan sebagainya.

Di internet banyak kita temui situs crowfunding, membantu tapi keroyokan. Seperti kitabisa.com, hasilnya pun mencengangkan. Ada yang sampai terkumpul ratusan juta. Hal yang belum tentu bisa kita lakukan secara pribadi, karena keterbatasan kocek.

Mungkin satu orang hanya menyumbang 50.000, tapi dikali 5.000 orang penyumbang misalkan, bisa mencapai total 250 juta. Harus nunggu berapa tahun, atau berapa generasi jika kita gunakan kocek pribadi.

Artinya, kerja sosial itu, selain mengabdikan diri untuk kepentingan sosial, juga memungkinkan kita melakukan hal-hal yang tidak mungkin (atau belum tentu) bisa kita lakukan secara individu.

Itu baru dalam aspek penyediaan dana, belum dalam aspek lain, misalkan dalam pendidikan, advokasi, dan kesehatan.

Dalam berbagai aksi simpatik, seperti aksi menolak tambang, reklamasi, diskriminasi, dll kita hanya melihat kerumunan massa yang menekan penguasa, tapi kita jarang tahu siapa kreatornya, siapa pencetus idenya, siapa ideolognya, sehingga bisa mengilhami begitu banyak orang untuk bergerak, bahkan bila perlu nyawa sebagai taruhan.

Itulah salah satu bentuk karya sosial.

Di televisi juga sering disiarkan beragam komunitas dengan geraknya masing-masing. Misalkan, sepasang suami istri yang mendedikasikan hidupnya untuk merawat anak terlantar hasil hubungan gelap, agar anak tersebut memiliki kehidupan yang lebih cerah, dan tidak mengalami penderitaan hidup akhibat lahir dari pasangan yang belum sah.

Ada seorang lelaki yang prihatin dengan rendahnya asupan gizi di sekitar daerahnya, lalu bersama komunitas membuat gerakan dengan membagikan makanan bergizi setiap minggu sekali. Ada banyak donatur yang mau membantu, dana itu dikelola untuk dijadikan makanan bergizi yang dibagikan secara gratis.

Dalam aspek Pendidikan, ada banyak gerakan-gerakan ke berbagai daerah untuk memberantas buta huruf, atau memberikan pendidikan secara gratis. Pendidikan itu akan memiliki nilai penting bagi seseorang, karena semakin terdidik, semakin ia berwawasan, semakin fikiran matang, semakin luas memandang hidup. Pendidikan adalah mata untuk memandang kehidupan, bukan semata bekal meningkatkan ekonomi.

Kita pun juga bisa melihat berbagai organisasi yang masih eksis sampai puluhan tahun, yang terilhami oleh pandangan hidup seorang tokoh. Tokoh tersebut mungkin bukan orang kaya raya, namun pandangan hidup dan organisasi yang didirikannya memberikan pandangan hidup baru bagi banyak orang.

Apalah arti pandangan hidupnya yang luas itu, jika ia bersifat individu. Tidak mau mentransformasikan ke sosialnya, ke masyarakatnya, seperti melalui organisasi. Tanpa organisasi, dan jaringan sosial yang membentuknya, orang tersebut bukanlah siapa-siapa.

Kerja sosial adalah kerja berkesinambungan. Karya sosial adalah karya monumental. Mungkin tidak terlihat langsung seperti seniman yang memahat patung atau memulas kain menjadi karya lukis, tapi ia hidup dalam jiwa orang-orang yang mengilhaminya.

Dalam sebuah organisasi, atau kelompok sosial, ide, pandangan hidup, dan sikap hidup akan masuk ke dalam fikiran orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Baik dinampakkan atau tidak.

Bahkan karya sosial yang sifatnya ritual, seperti shalawat akbar. Selintas kita hanya melihat mereka duduk sambil komat kamit, tapi siapa sangka dari forum tersebut banyak yang semula hidupnya dirundung kecemasan, kekacauan, dan nyaris bunuh diri, tidak jadi karena mendapatkan ketenagan bathin. Terlepas dari kita sepakat atau tidak dengan cara tersebut.

Apalagi jika karya sosial yang berupa penolong kesengsaraan masyarakat. Balai pengobatan gratis, pendidikan gratis, pinjaman bebas bunga, pelatihan wirausaha, komunitas eksport produk lokal, dll. Mungkin penggeraknya, atau bahkan penggagasnya tidak menjadi orang kaya, tapi nilai kemanfaatannya pun besar.

Bisa jadi, perannya bahkan lebih besar dari orang yang diberikan kekayaan, namun hanya untuk foya-foya. Gonta ganti barang mewah setiap bulan, menunjukkan kekayaan diantara jerit tangis kepedihan orang-orang sekitar. Sungguh tidak punya empati. []

2 April 2017
A Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini