***
Lelaki tambun itu membaca dengan seksama barisan kata yang tertulis di media cetak, ia terperangah, disisi lain ia merasa sangat bersedih, ia tidak percaya jika anaknya memberikan informasi yang sedemikian naif kepada Mamanya.
...Selama sekolah disana, saya tidak pernah diajarkan untuk berprestasi, saya tidak pernah dimotivasi untuk bisa mengerjakan soal dengan baik agar bisa meraih nilai yang tinggi. Saya justru diajarkan agar saya bebas melakukan kegiatan yang sesuai dengan keinginan saya. Bagi mereka, tidak penting meraih nilai bagus, tidak penting lulus unas dengan nilai tinggi, yang terpenting adalah kita bisa belajar dengan bebas sesuai kemampuan yang kita miliki....
Lelaki itu terus membaca sampai ujung tulisan.
...untuk itulah kenapa saya mengkritik konsep pendidikan disekolah itu, anda melihat bagaimana sekolah tersebut hanya mengajarkan hal-hal yang buruk, siswa disuruh semaunya. Saya mencintai Pendidikan, dan saya sangat prihatin ada lembaga Pendidikan yang tidak mencerdaskan anak didik seperti itu, anak saya mengalaminya sendiri, dia merasa prestasinya menurun drastis ketika sekolah disana, Guru-gurunya tidak berkualitas, dan anda lihat sendiri, sekolah itu tidak pernah melahirkan siswa dengan nilai tinggi. Lantas, masihkah anda sudi menyekolahkan anak anda? saya tidak peduli, andai dengan tulisan ini, anak saya dikeluarkan dari sana, saya tidak omong kosong, anak saya telah membuktikannya dan mengabarkan kepada saya jika konsep Pendidikan di sekolah itu memang begitu rapuh...
Lelaki itu menghela nafas, sepertinya apa yang ia rencanakan justru berakhibat sebaliknya, padahal ia berharap jika Egar akan berubah setelah sekolah disana, tapi kenyataan berkata lain. Ia takut jika Egar akan mengalami hal yang sama dengan Refan, atau Egar akan menjadi manusia robot seperti Mamanya. Ia sangat khawatir. Ia harus segera kembali ke Indonesia dan melakukan sesuatu.
“Aku harus kembali ke Indonesia, secepatnya,” pekiknya sambil beranjak dari kursi dan melihat scedule yang tertulis, ia harus menyisakan waktu untuk menyelamatkan semuanya, sebelum terlambat. Lelaki itu adalah Tara, Papa Egar.
****
Egar duduk sendiri di taman sekolah, seperti biasa, ia menghabiskan waktunya dengan membaca sesuatu dari tabletnya. Sejak jam pertama, ia dilarang masuk kelas oleh para Guru, semuanya sepakat, Egar tidak diperkenankan untuk mengikuti pelajaran, namun Bu Mira sebagai kepala sekolah masih belum memutuskan untuk mengeluarkan Egar.
Comments
Post a Comment
Tinggalkan jejak komentar di sini