Ritus Kesunyian (10)



 “Saya sudah mengusahi apa yang ada disekolah itu, Ma.”
“Kalau begitu kenapa kamu malah memilih pindah ke sekolah yang lebih rendah? Harusnya kamu memikirkan itu.”
“Itu karena Mama.”
“Karena Mama, apa maksud kamu Egar?”
“Karena Mama pernah mengkritik dengan tajam konsep Pendidikan yang diterapkan disekolah itu.”
Perempuan itu terdiam sejenak mendengar penjelasan anaknya.
“Nah, kamu tahu kalau Mama mengkritik konsep Pendidikan di Sekolah itu, lantas kenapa kamu malah pindah kesana?” tanya Mamanya.
“Segala yang Mama rekomendasikan selalu bisa saya tebak, karena apa yang Mama pikirkan selalu sama dengan apa yang saya pikirkan. Sekarang saya ingin mengetahui apa yang Mama tidak pernah pikirkan,” jelas Egar.
“Kamu ini, kamu mulai belajar keluar dari cara berfikir Mama?”
“Tidak, tapi saya mencoba belajar mengatahui apa yang Mama tidak pikirkan.”
“Kenapa?”
“Karena Mama tidak pernah mau menjelaskan secara mendetail tentang kesalahan dari konsep Pendidikan yang ada disekolah itu kepada saya.”
Dari balik telepon, perempuan itu naik pitam.
“Kamu akan tahu sendiri, jika Pendidikan terbaik adalah pendidikan yang mengkolaborasikan antara kemampuan intelektual dan teknologi. Hasilnya sudah jelas, yaitu kamu, kamu telah terlahir sebagai anak yang jenius dan dikagumi banyak orang, memiliki daya ingat yang kuat dan dengan mudah menyerap materi pelajaran. Apa kurang cukup?”
“Lalu apa yang salah dari konsep Pendidikan sekolah itu?”
Perempuan itu semakin murka, dengan emosi yang meledak-ledak ia menjawab pertanyaan dari putranya tersebut, meskipun sebenarnya ia tak pernah tertarik untuk menjelaskannya.
“Kamu tahu, manusia hidup dan sukses karena dia disiplin, memiliki kemampuan intelektual yang bagus dan menguasahi teknologi. Dengan itu maka dia akan terpandang di Masyarakat. Bukankah kamu sudah belajar banyak dari konsep Pendidikan yang Mama buat? Mendapatkan angka sempurna, juara olimpiade dan hidup dengan pola yang teratur adalah sesuatu yang tak boleh diubah. Ngerti? Pokoknya dalam waktu dekat Mama ingin kamu segera meninggalkan sekolah itu. titik.”
Tut..tut..tut.. suara telepon terputus. Sepertinya memang sengaja diputus agar perbincangan tidak semakin menjadi-jadi.
“Kurang ajar, dia tidak boleh terpengaruh oleh konsep Pendidikan purba itu. Sebuah konsep Pendidikan yang hanya mengajarkan seseorang menjadi kuno dan bertindak semaunya. Kurang ajar, apakah Mira akan kembali meracuni otak anakku. Cukup Refan saja, jangan sampai Egar juga,” Perempuan itu bergumam.
Ia terus menggerutu dan mengkhawatirkan keadaan Egar. Ia tak akan pernah setuju jika anaknya terus-terusan dididik disekolah itu, ia tak ingin anaknya terpengaruh oleh filosofi kuno itu.
“Sandra, kapan saya ada waktu luang?” tanyanya pada sekretaris pribadinya.
“Minggu ini, anda harus tour ke singapura dan dua kota di Malaysia. Minggu berikutnya, anda sudah harus mengisi seminar di beberapa tempat mulai dari Jakarta, Jogja, Medan dan Makassar. Sepertinya hanya ada beberapa jam saja untuk waktu luang,” jelas Sandra.
“Baiklah, tolong jika ada permintaan lagi tidak usah di terima. Saya ingin memiliki waktu luang sekitar dua hingga tiga hari saja untuk kembali ke Malang,” pintanya.
Dengan cekatan Sekretaris itu mencatat dalam tabletnya, ia harus sesegera mungkin mencatatnya jika tidak ingin mendapatkan kritikan tajam dari atasannya itu. karena bosnya itu ingin segala sesuatunya tersusun rapi.

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini