Alamat

Jalan Trisula 32 Kademangan, Kabupaten Blitar./ Rumah Gendola Blitar. | Insight Blitar adalah media informasi, bukan produk Jurnalistik.

For you

Artikel Lainnya

Skip to main content

Mengenal Patih Gajah Mada




Gajah Mada merupakan mahapatih legendaris Majapahit yang terkenal lewat Sumpah Palapanya, namun cukup sedikit informasi terkait sejarah hidupnya, termasuk masa kecil, keluarga, atau kehidupan pribadi lainnya.

Dalam sebuah buku berjudul Gajah Mada : Pahlawan Persatuan Nusantara (hal 2-3) karya Muhammad Yamin, disebutkan bahwa kemungkinan Gajah Mada lahir di sekitar aliran sungai Brantas, terutama antara Malang dan Singosari. Meskipun dalam kitab Usana Jawa, dituliskan jika Gajah Mada lahir di Bali, tanpa ayah dan ibu. Ia terpancar dari dalam buah kelapa, sebagai jelmaan Sang Hyang Narayana.

M. Yamin juga menulis bahwa Gajah Mada bukan keturunan para raja. Ia melalui masa kecil dengan sederhana, tidak hidup mewah. Namun Gajah Mada tumbuh di antara alam raya yang kaya dan melimpah ruah.

Tidak diketahui siapa nama asli Gajah Mada. Kemungkinan Gajah Mada adalah sebuah gelar. Gajah Mada artinya Gajah yang galak dan tangkas. Namun Gajah Mada memiliki nama lain, yaitu Mpu Mada, Jaya Mada, dan Dwirada Mada. Sementara menurut agama kepercayaan kerajaan, Gajah Mada adalah Lembu Muksa, yaitu titisan dewa Wisnu.

Karier Gajah Mada

Menurut kitab Pararaton, Gajah Mada memulai kariernya sebagai pasukan kerajaan, lalu diangkat menjadi komandan pasukan khusus Bhayangkara. Salah satu prestasi terbesarnya adalah memadamkan pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanegara, putra dari Raden Wijaya (raja pertama Majapahit).

Karena prestasinya itu, ia diangkat menjadi Patih kerajaan Kahuripan (1319), dan dua tahun berikutnya diangkat menjadi Patih kerajaan Kadiri. Namanya masuk dalam bursa calon pengganti Mahapatih Majapahit menggantikan Arya Tadah (Mpu Krewes), yang hendak mengundurkan diri. Namanya diusulkan langsung oleh Mpu Krewes.

loading...
Meski demikian, Gajah Mada tidak langsung menerima. Ia bersedia menjadi Patih dengan syarat berhasil menaklukkan Keta dan Sadeng, yang kala itu memberontak pada Majapahit. Gajah Mada kemudian berhasil menaklukkan dua daerah tersebut dan diangkat menjadi Mahapatih kerajaan Majapahit, di bawah kepemimpinan Ratu Tribuana Wijaya Tunggadewi, pada tahun 1334.

Menurut Slamet Mulyana dalam bukunya Menuju Puncak Kemegahan ; Sejarah Kerajaan Majapahit (250-251) Saat diangkat menjadi Mahapatih, Gajah Mada pun mendeklarasikan sebuah sumpah yang dikenal dengan sumpah Palapa. Sumpah Palapa disebut sebagai misi Politik Nusantara II, yang bertujuan menguasahi beberapa wilayah seperti Swarnnabhumi (Sumatera), Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya hingga beberapa daerah yang sekarang bagian dari Kalimantan, Sulawesi, dan Brunei Darussalam.
Sumpah Palapa yang legendaris tersebut ternyata banyak diragukan, termasuk oleh pendahulunya, Arya Tadah atau Mpu Krewes. Beberapa menteri pun juga tak sedikit yang meragukan program politik Gajah Mada tersebut, sehingga Gajah Mada melakukan beberapa perombakan kabinet. 
Mau tidak mau, karena terbawa sumpahnya tersebut, Gajah Mada sering menggunakan cara-cara militeristik dengan melakukan berbagai invasi. Bahkan banyak cara dilakukan untuk menaklukkan kerajaan lain, seperti sebuah peristiwa yang disebut Perang Bubat. Meski ada beragam sumber dan sebagian diragukan, namun dalam Prasasti Kudadu, ada kekhususan tersendiri untuk daerah Sunda dan Madura, yang harus lepas dari Invasi Majapahit.
Majapahit mencapai puncak kejayaan di bawah Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, dan sepeninggal Gajah Mada, keadaan kerajaan pun mulai goyah. Gajah Mada meninggal karena sakit, pada tahun 1364 M. Kepergian Gajah Mada meninggalkan luka mendalam bagi Raja Hayam Wuruk.
Setelah Gajah Mada meninggal, posisinya pun digantikan oleh Gajah Manguri. Sebelumnya, untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Gajah Mada, Prabu Hayam Wuruk dibantu empat Mahamantri Agung di bawah Punala Tanding, dan selanjutnya dibantu oleh Gajah Enggon dan Gajah Manguri.
Komunitas Muara Baca

Comments